Aleana kini tiba di suatu tempat. Ia segera memarkirkan mobilnya di lahan parkir yang telah disediakan. Setelah memastikan bahwa mobilnya aman, dengan segera dia memasuki bangunan bertingkat di depannya.
Sepanjang perjalanannya, banyak sekali yang menyapa Aleana yang hanya dibalas senyuman manis olehnya.
Hingga tibalah ia di suatu ruangan. Sebelum membuka pintu di depannya, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia harus kuat.
Cklekk..
"Hai mami, apa kabar? Maaf Lea baru bisa datang sekarang, maafin papi juga ya mi yang jarang jengukin mami. Papi belakangan ini sibuk banget mi, dia sengaja nyibukin dirinya sendiri biar ga inget mami terus. Mami cepet sembuh ya, biar kita bisa bareng-bareng lagi."
Hening, ucapan Aleana itu tidak mendapat respon dari seseorang yang ia sebut 'mami', selalu seperti itu. Aleana berharap mami nya ini cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi bersama dia dan papi nya.
Jika boleh jujur, Aleana rindu masa-masa dimana ia berkumpul dan bercanda bersama keluarganya. Terkadang ia merasa iri saat melihat sebuah keluarga yang sedang bercanda di taman, ia ingin merasakan itu. Tapi untuk sekarang, ia harus lebih banyak bersabar lagi.
Kondisi mami nya yang seperti ini membuat ia merasa sedih. Papi nya pun belakang ini selalu sibuk bekerja, tapi walaupun begitu, papi nya selalu menyempatkan diri untuk menemani dirinya.
"Mami, mami tau gak? Tadi Lea dihukum gara-gara telat masuk, terus juga tadi Lea pingsan mi. Pas Lea pingsan, Lea ditolongin cowok, namanya Zayan. Dia ganteng loh mi, tapi dia udah punya pacar." Walaupun tak mendapat respon, Aleana tetap melanjutkan ceritanya.
"Pas Lea ngucapin terimakasih sama Zayan, jantung Lea berdebar nya kenceng banget. Kira-kira itu kenapa ya mi? Apa Lea harus periksain jantung Lea, takutnya kan Lea punya penyakit jantung."
"Yah mi, ternyata udah sore banget. Gak kerasa ya mi, padahal Lea masih kangen sama mami, Lea masih pengen cerita sama mami. Tapi Lea harus pulang mi, nanti orang rumah pada nyariin Lea. Lea pamit ya mami, cepet sembuh, Lea sayang mami."
Setelah mengecup kening mami nya, Aleana dengan segera pergi meninggalkan ruangan itu. Ia sudah tak kuat.
Di luar ruangan, ia menumpahkan air mata yang sudah tak terbendung itu. Suara tangisannya membuat orang-orang yang berlalu lalang di depannya menoleh kearahnya.
Seorang dokter yang kebetulan melewati Aleana memutuskan untuk berhenti dan menghampirinya. Ia mengelus bahu Aleana seolah menguatkannya.
Aleana yang merasa seseorang menyentuh bahunya itu mendongakkan kepalanya. Di depannya, ada seorang dokter cantik yang sedang tersenyum manis. Aleana mengenal dokter itu, dia adalah dokter yang merawat mami nya selama ini, dokter Ana.
"Aleana kamu harus kuat demi mami kamu. Banyak-banyak berdoa agar mami kamu cepet sembuh!" ucap dokter Ana yang kini telah duduk di samping Aleana.
"Aku gak kuat dok. Setiap kali liat mami, aku rasanya mau nangis. Aku selalu coba tahan air mata aku biar gak jatuh di depan mami. Aku pengen mami cepet sembuh. Dok, apa ada kemajuan dari mami?"
"Untuk saat ini belum ada. Tapi kamu coba ajak terus mami kamu interaksi, mungkin dengan cara itu mami kamu bisa ada kemajuan."
Aleana mengangguk mengerti, "Iya dok, aku bakal coba terus berinteraksi sama mami. Makasih ya dok, udah rawat mami selama ini."
"Sama-sama Aleana, itu sudah tugas saya. Kalo gitu saya permisi ya, ada pasien yang harus saya tangani." Dokter Ana meninggalkan Aleana setelah mendapat jawaban darinya.
Melihat kepergian dokter Ana, Aleana memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya.
***
Gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka secara otomatis. Mobil yang dikendarai Aleana memasuki pelataran sebuah rumah mewah.
Mobil itu berhenti tepat di depan pintu masuk ke rumahnya, biarlah nanti salah satu pegawai papi nya yang memasukkan mobil itu ke garasi.
Pintu terbuka menampakkan isi rumah mewah yang didominasi dengan warna putih itu. Seperti biasa, rumah ini selalu tampak sepi. Walaupun banyak pegawai papi nya yang bekerja disini, tetapi Aleana selalu merasa kesepian.
Aleana berjalan kearah tangga yang menghubungkan ruang tengah dengan lantai atas. Tapi sebelum benar-benar menginjakkan kakinya di anak tangga pertama, suara deheman seseorang berhasil menghentikan langkah Aleana.
Aleana membalikkan badannya, dan seketika itu juga matanya melotot kaget.
"PAPI!" Aleana berlari menghampiri seorang laki-laki paruh baya yang masih terlihat tampan itu.
Bruk
Aleana memeluk tubuh papi nya dengan kencang seolah melampiaskan rasa rindunya.
"Papi, aku kangen banget sama papi. Kenapa papi gak pulang-pulang? Padahal kan Lea mau ditemenin papi, pengen cerita-cerita ke papi, pengen jalan-jalan sama papi, pokoknya semuanya deh. Papi gak kangen apa sama Lea?" masih tetap di dekapan papi nya Aleana meluapkan segala keluh kesahnya.
Damian Abigail, papi Aleana itu hanya diam tanpa membalas ucapan sang anak. Dia seolah tengah berpikir. Selama ini, dia sangat sibuk bekerja hingga lupa dengan anak kesayangannya itu.
"Papi, papi kok diem aja? Bener ya papi gak kangen sama Lea?"
"Eh bukan gitu sayang. Papi juga kangen banget sama princess kesayangan papi ini. Maafin papi ya, papi selalu sibuk sama kerjaan papi sampe lupa sama kamu." Damian mengelus rambut anaknya pelan setelah sebelumnya mengecup dengan sayang puncak kepala anaknya.
"Lea bakal maafin papi asal setelah ini papi harus janji sama Lea. Papi harus nurutin apa yang Lea mau, gimana?" tanya Aleana.
"Papi janji. Apapun yang princess mau, semuanya akan papi turuti."
***
Aku baru pertama kali bikin cerita, jadi aku mohon maaf kalau tulisannya berantakan banget..
Oh iya, aku juga minta kritik dan sarannya ya!
Kritik dan saran dari kalian akan aku terima dengan baik dan pastinya akan sangat membantu aku..Jangan lupa vote dan komennya!!💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus [END]
Teen FictionAccismus - keadaan dimana kamu berpura pura tidak menyukai seseorang padahal sangat menyukainya- _________________________________________________ "Gila Al ! Lo ngoleksi foto dia sebanyak ini?? Hebat lo, di depan orang-orang lo bersikap seakan lo g...