Part 13

497 22 1
                                    

Hai gais...
Apa kabarnya nihh?
.
.
.

Ada yang masih nungguin cerita ini??
Makasih buat yang udah nungguin, nih aku kasih lope 💙💙
.
.
.
Happy reading gais!!

***

"Bun Zayan dimana?" Alex Pradipta, ayah Zayan itu datang-datang langsung bertanya dimana Zayan.

"Loh ayah kok udah pulang?" tanya Lusiana heran.

"Iya bun, ayah ada perlu sama Zayan. Dimana anak itu?"

"Zayan tadi ada di kamarnya yah, coba aja ayah ke kamarnya!"

"Yaudah bun, ayah ke kamar Zayan dulu." Alex melangkahkan kakinya menuju kamar anak pertamanya.

Tok tok

"Zayan ini ayah." Alex mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat itu.

"Masuk yah!" teriak Zayan dari dalam.

Cklekk

"Kenapa yah?" tanya Zayan yang masih fokus dengan game di ponselnya.

"Ayah mau ngomong, simpan dulu ponsel kamu!"

Zayan yang merasa ayahnya akan berbicara serius dengan cepat mematikan ponselnya dan beralih menatap sang ayah.

"Benar kamu memutuskan hubungan kamu dengan Clara?" langsung saja Alex bertanya pada Zayan, dia tak ingin basa-basi.

"Iya yah," balas Zayan jujur.

"Zayan, ayah ngerti kamu tidak mau di kekang. Tapi apa kamu berfikir dampak kedepannya akan bagaimana jika kamu memutuskan hubunganmu dengan Clara."

"Yah aku tau. Seperti yang ayah bilang, aku gak mau di kekang, aku mau bebas. Ayah gak usah khawatir, kalo nanti Clara macam-macam, aku yang akan urus itu."

Alex menghembuskan nafasnya pelan, "Yaudah, ayah serahin semuanya sama kamu!"

Setelahnya Alex meninggalkan kamar Zayan. Zayan yang melihat itu langsung mengambil ponselnya dan melanjutkan game yang tadi.

Zayan tak ingin memikirkan Clara, apa pun yang akan Clara lakukan, dia tidak peduli.

***

Pagi ini matahari nampaknya sangat bersemangat untuk bertugas, pasalnya walaupun masih pagi tapi matahari sudah bersinar dengan terang.

Aleana yang terusik dengan cahaya matahari yang memasuki celah-celah jendela kamarnya pun mau tak mau harus membuka matanya.

Dia melirik kearah jam yang tergantung di dinding kamarnya menunjukkan pukul tujuh pagi.

Hari ini weekend, jadi sekolah libur. Dan seperti rencananya kemarin, bahwa hari ini ia akan pergi ke tempat mami nya.

Aleana beranjak dari kasur empuknya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Setelah hampir satu jam membersihkan dirinya, Aleana keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya.

Dia melangkahkan kakinya menuju walk in closet untuk mengambil pakaian. Setelah berpakaian dan merias wajahnya dengan make up tipis, dia segera melangkahkan kakinya menuju ruang makan.

Di meja makan tampak sepi, pasti papi nya sudah berangkat berkerja. Aleana menghembuskan nafasnya pelan.

Aleana mengambil roti tawar dengan selai kacang yang sudah tersedia di meja. Pasti bi Sumi yang menyiapkannya. Tak lupa juga dengan segelas susu hangat.

"Bi, bi Sumi!" Aleana berteriak nyaring memanggil bi Sumi.

Dari arah belakang, bi Sumi berlari dengan tergopoh-gopoh. "Ada apa non? Non butuh sesuatu?"

"Nggak bi, Lea cuma mau pamit. Lea mau ke tempat mami. Bi, doain ya biar mami cepet sembuh." Aleana menatap bi Sumi dengan sorot mata yang memancarkan kesedihan.

Bi Sumi tersenyum, "Pasti non. Bibi pasti doain nyonya biar cepet sembuh."

"Makasih bi, kalo gitu Lea pamit ya."

***

Aleana telah tiba di tempat Kinara, dan kini dia tengah duduk dikursi yang tersedia disamping brankar rumah sakit yang ada di ruang rawat Kinara.

"Hai mami! Lea kembali lagi jenguk mami dan seperti biasa, Lea ke sini cuma sendiri. Papi masih belum mau diajak jenguk mami, gak papa kan mi?"

Dan seperti biasa pula, tak ada sahutan dari mami nya. Aleana menghembuskan nafasnya kasar.

Aleana menengadahkan kepalanya keatas guna menghalau air matanya agar tidak turun.

"Mami, Lea pengen denger mami ngomong. Lea kangen suara mami, Lea mau denger mami manggil nama Lea lagi. Ayo mi semangat, Lea yakin gak lama lagi mami pasti sembuh."

"Kalo nanti mami udah sembuh, pokoknya Lea pengen sama mami terus. Lea gak mau jauh-jauh dari mami, tidur pun Lea mau sama mami, biarin aja papi tidur di luar ya mi, abisnya papi jahat banget jarang nemuin mami."

"Oh iya mi, kemarin Tasya ngajak Lea bolos, tapi gak jadi karena Lea kesel sama dia. Mi, Tasya sesat ya, masa dia ngajak Lea ke jalan yang gak bener sih."

"Mami kalo udah sembuh harus marahin Tasya pokoknya, Lea gak mau tau."

"Mi, kata dokter Ana mami udah ada peningkatan loh. Lea seneng banget dengernya. Aahh pokoknya Lea udah gak sabar mami sembuh."

Sedari tadi, Aleana tak henti-hentinya berbicara. Entah itu membicarakan hal penting maupun tidak penting.

Meskipun tidak ada jawaban dari mami nya, tapi tak apa, kata dokter Ana mami nya ini harus sering-sering diajak ngobrol.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, padahal rasanya Aleana baru sebentar bersama mami nya. Tapi waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore saja.

Sebenarnya Aleana masih ingin bersama mami nya, tapi ini sudah sore. Jadi mau tak mau Aleana harus pulang.

"Mami, Lea pamit pulang dulu ya. Kalo Lea kesini lagi, Lea pengen denger kabar kalo mami udah ada peningkatan yang lebih dari ini. Dadah mami,, muach.." Setelah mengecup pipi mami nya Aleana pergi dari ruangan itu.

Aleana berjalan menuju jalan raya untuk menyetop taksi. Tadi dia kesini juga naik taksi, dia sedang malas menyetir dan tidak mau merepotkan orang rumah. Padahal banyak sekali pegawai-pegawai papi nya yang akan siap siaga jika disuruh-suruh Aleana.

***

"Stop pak! Saya turun disini aja." Ucap Aleana pada supir taksi, dia turun di taman dekat rumahnya. Entahlah dia tidak ingin langsung pulang. Dia ingin menghirup udara segar dulu.

"Ini pak uangnya, makasih ya!" Aleana menyerahkan satu lembar uang seratus ribu.

"Ini kembaliannya neng!" ucap supir taksi itu.

"Gak usah pak, buat bapak aja!" Aleana tersenyum menatap supir taksi itu, setelahnya dia keluar dari mobil dan berjalan menuju salah satu bangku yang ada di taman.

Aleana menatap sekitaran taman hingga matanya menangkap sosok yang familiar itu tengah bermain bersama anak kecil.

"Loh itu kan..."

***


Heum, siapa ya kira-kira... Ada yang bisa nebak???

Yok yok yok tekan tombol bintangnya!!!








Accismus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang