Clara menyentak tangan Zayan menariknya dengan kasar, "Kamu apa-apaan sih? Kasar banget narik-narik tangan aku kayak gitu. Kamu juga tadi kenapa gak belain aku?"
"Cukup ya Ra, gue muak sama lo. Sekarang terserah lo, mau lo aduin gue ke bokap lo, gue gak peduli. Yang gue mau sekarang kita putus, gak ada lagi hubungan diantara kita." Itu kalimat terpanjang yang Zayan ucapkan sejauh ini.
Dia sudah benar-benar muak dengan segala tingkah laku Clara selama ini. Dia tidak ingin membebani dirinya sendiri, dia ingin bebas.
"Loh gak bisa gitu dong. Aku gak mau putus sama kamu. Aku mohon, jangan putusin aku!" mohon Clara dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Zayan tidak akan luluh dengan itu.
"Selama ini gue udah cukup sabar ya ngadepin sikap lo yang seenaknya. Tapi hari ini, gue udah bener-bener muak."
"Oke kalo itu mau kamu, kita putus. Tapi asal kamu tau ya, aku gak bakal biarin hidup kamu tenang. Aku bakal bikin orang-orang terdekat kamu menderita." Ucap Clara dengan senyum sinisnya.
"Gue gak takut. Gue tunggu tanggal main lo." Ucap Zayan dan setelahnya berlalu dari sana. Ah, tidak lupa dengan jari tengah yang melayang di udara.
"Kita liat aja nanti, gue bakal bikin hidup lo menderita Zayan." Gumam Clara.
Sebagian dari kalian mungkin bertanya-tanya, ada apa antara Zayan dan Clara. Kenapa Zayan mau pacaran sama Clara? Kenapa Clara selalu mengancam Zayan dengan membawa-bawa nama ayahnya? Itu akan akan dijawab nanti. Sekarang belum saatnya.
***
Bel pulang sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi Aleana dan Tasya masih berada di dalam kelasnya.
"Sya masa gue pulang kayak gini sih. Nanti kalo papi tanya tangan gue kenapa, gue harus jawab apa?" Ya, sedari tadi Aleana pusing memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab jika Damian bertanya tentang tangannya yang dililit perban.
"Ya lo jelasin aja yang sebenernya gimana. Gak usah ribet deh Al."
"Bukan ribet Sya. Tapi gue mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Lo tau sendiri kan papi gue bakalan berbuat apa sama orang yang udah nyakitin gue."
"Iya juga sih. Bokap lo kalo marah serem banget." Tasya bergidik ngeri membayangkan wajah marah Damian. Pasalnya dia juga pernah dimarahin sama Damian gara-gara ngajak Aleana ke club malam. Ya kalian pikir ajalah, orang tua mana yang gak marah kalo anaknya diajak ke tempat yang gak bener.
Itu juga si Tasya, ngapain pake bawa-bawa Aleana ke club segala. Emang temen laknat ya si Tasya.
"Gini aja deh. Lo bilang aja tangan lo gak sengaja ketumpahan kuah mi ayam pas makan."
"Nah iya gitu aja kali ya. Yaudah yuk balik!" ajak Aleana.
***
Aleana berjalan memasuki rumahnya dengan langkah yang mengendap-endap, dia hanya takut ketauan orang rumah jika tangannya terluka. Nanti pada heboh lagi.
"Non Lea udah pulang?" tanya bi Sumi yang tiba-tiba ada di depannya.
"Loh tangan non Lea kenapa itu? Aduh non kok sampe diperban gitu, itu kenapa?" tuh kan, seperti dugaannya pasti mereka akan heboh jika Aleana terluka."Gak papa bi. Udah ya Lea mau ke kamar dulu." Aleana yang tidak ingin ditanya-tanya lagi langsung mengacir pergi ke kamarnya.
"Non Lea, bibi tanya loh itu tangannya kenapa? Kok gak dijawab," bi Sumi tampaknya masih belum puas atas jawaban Aleana sehingga dia berteriak nyaring yang membuat seseorang yang baru saja memasuki rumah itu segera berlari menghampirinya.
"Lea kenapa bi? tangan, tangan Aleana kenapa?" tanya seseorang itu yang ternyata adalah Damian. Dia sengaja pulang lebih awal untuk menemani putrinya itu.
"Eh tuan, bibi juga gak tau. Non Lea cuma jawab gak papa, abis itu langsung ke kamarnya."
Damian yang khawatir pun dengan cepat berlari menaiki anak tangga menuju kamar Aleana.
Tok tok tok
"Sayang ini papi. Papi masuk ya?" tanya Damian di depan pintu.
Sedangkan di dalam kamar, Aleana tengah memikirkan cara agar papi nya tidak melihat tangannya yang terbalut perban. Tapi terlambat, Damian telah mengetahui itu dari bi Sumi.
"I-iya pi, masuk aja!" balas Aleana gugup.
Cklekk
"Sayang mana tangan kamu, sini papi liat! Kata bi Sumi tangan kamu pake perban, itu kenapa hah?" tanya Damian khawatir.
"Eh papi kok udah pulang sih, tumben banget." Aleana mengalihkan pembicaraan berharap agar papi nya itu lupa dengan yang tadi ditanyakannya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan Aleana!" waduh gawat, jika papi nya sudah menyebut 'Aleana' itu artinya papi nya sudah benar-benar tidak bisa diajak kompromi.
"I-itu pi, tadi pas Lea makan mi di kantin, kuahnya gak sengaja tumpah ke tangan Lea. Tapi Lea gak papa kok pi, udah diobatin juga jadi papi gak usah khawatir."
"Ya ampun sayang, lain kali hati-hati! Mana coba papi liat tangan kamu," Damian menarik tangan Aleana yang terbalut perban itu dengan lembut.
"Ini sakit banget ya? Kita ke rumah sakit yuk, takutnya ada luka dalam." Damian tampaknya masih khawatir.
"Ih papi gak usah lebay deh. Ini tuh gak papa tau, nanti juga sembuh."
"Tapi papi khawatir sayang," Damian memeluk putrinya itu dan mengelus punggungnya.
Aleana paham papi nya sangat khawatir, tapi dia benar-benar tidak ingin pergi ke rumah sakit. Ini hanya luka ringan, jadi tak perlu ke rumah sakit segala. Ya walaupun kulit tangannya sedikit melepuh akibat kuah panas itu, tapi kan hanya sedikit dan tidak terlalu parah, masih bisa diobati di rumah.
Aleana membalas pelukan hangat papi nya, "Papi gak usah khawatir, Lea baik-baik aja."
***
Makasih udah baca..
Jangan lupa vote dan komennya ya gais!!
Sampai jumpa di part selanjutnya 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus [END]
Ficção AdolescenteAccismus - keadaan dimana kamu berpura pura tidak menyukai seseorang padahal sangat menyukainya- _________________________________________________ "Gila Al ! Lo ngoleksi foto dia sebanyak ini?? Hebat lo, di depan orang-orang lo bersikap seakan lo g...