Part 26

387 21 0
                                    

Zayan menghentikan motornya di depan pedagang sate pinggir jalan. Aleana turun dari motor dan akan langsung duduk di tempat yang sudah disediakan, niatnya dia tidak ingin menunggu Zayan.

Tapi suara Zayan menghentikan langkahnya, "Heh!"

Aleana menoleh menatap Zayan, "Kenapa?"

"Lo mau makan sambil pake helm?" tanya Zayan, dia terlihat sedang menahan tawa.

Aleana mengernyitkan dahinya bingung. Hah helm, helm apaan?- batinnya bertanya-tanya.

Zayan yang melihat Aleana kebingungan pun turun dari motor dan menghampiri Aleana.

"Nih, lo masih pake helm!" ucap Zayan sambil melepaskan helm dari kepala Aleana.

"Loh kapan gue pake helm? Perasaan, gue gak berasa pasang helm deh!" Aleana tampaknya benar-benar tidak sadar jika tadi sebelum berangkat, Zayan sempat memasangkan helm di kepala Aleana.

"Gue yang pasangin!"

"Loh kapan? Kok gue gak berasa sih,"

"Ya lo nya ngomel-ngomel mulu, jadi gak berasa kan!" Zayan menyentil dahi Aleana pelan.
"Udah cepetan, gue udah lapar!"

Aleana pun menyusul langkah Zayan yang sudah berjalan terlebih dahulu. Dia mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi, disusul Zayan yang duduk disebelahnya.

Aleana mengedarkan pandangannya ke sekitar. Zayan yang melihat tingkah Aleana pun bertanya, "Kenapa? Lo gak pernah ya makan ditempat kayak gini? Mau pindah aja?"

"Hah enggak kok, gak papa disini aja. Gue gak masalah." Aleana memang baru pertama kali makan dipinggir jalan seperti ini karena Damian selalu melarangnya untuk jangan makan sembarangan. Damian bilang, makanan pinggir jalan itu tidak sehat karena sudah terkena debu jalan.

Padahal Aleana sangat ingin mencoba makanan pinggir jalan, dan ini saatnya dia untuk mencoba. Bersama Zayan, untuk pertama kalinya.

Zayan mengangguk sebelum memanggil penjual sate nya. "Bang sate dua porsi ya, sama es teh juga!"

"Siap a, tunggu sebentar ya!" Penjual sate itu pergi menyiapkan pesanan Zayan.

"Lo baru pertama kali ya makan ditempat kayak gini?" tanya Zayan memecah keheningan. Biasanya Zayan sangat suka suasana hening, tapi entah kenapa sekarang rasanya dia selalu ingin berinteraksi dengan Aleana.

"Iya, ini pertama kalinya. Sebenernya gue mau banget coba makan ditempat kayak gini, tapi papi selalu larang gue."

"Kenapa?"

"Hah kenapa apanya?" tanya Aleana kurang paham maksud Zayan.

"Kenapa papi lo ngelarang makan ditempat kayak gini?"

"Papi bilang karena gak sehat. Tempatnya kan pinggir jalan gitu, nah pasti makanannya udah kena debu." Jelas Aleana.

"Gak semuanya kayak gitu kok. Ada sebagian pedagang yang memang benar-benar menjaga dagangannya biar gak kena debu."

"Iya sih ... eum makasih ya lo udah ajak gue makan disini."

Zayan mengangguk, tak lama kemudian pesanan mereka datang.

"Makasih pak!" Zayan berterima kasih pada penjual sate itu.

Penjual sate itu mengangguk sambil tersenyum dan setelah itu pergi dari sana.

"Cepet makan! Perut lo udah bunyi-bunyi tuh."

"Eh enak aja. Perut lo kali yang bunyi!" Aleana menggerutu sebal membuat Zayan terkekeh pelan.

Ah, sudah tak terhitung berapa banyak Zayan terkekeh maupun tersenyum hari ini dan itu disebabkan oleh Aleana.

Melihat Zayan seperti itu membuat tubuh Aleana mematung sekejap. Dia tersenyum kecil dan menatap wajah tampan Zayan.

"Ye malah liatin gue, cepetan makan! Lo gak bakalan kenyang kalo cuma liatin gue,"

Sial, Aleana malu sekali terpergok sedang menatap Zayan. "Dih siapa juga yang liatin lo, ge'er!"

Aleana mulai memakan makanannya, dan Zayan memperhatikan Aleana yang makan dengan lahap.

"Ck, lo makan kayak anak kecil. Belepotan gini," ucap Zayan dengan tangan yang membersihkan sudut bibir Aleana.

Aleana yang kaget pun refleks memegang tangan Zayan yang tengah membersihkan sudut bibirnya itu.

Keduanya saling bertatapan beberapa detik, hingga Aleana berdehem canggung.

"I-itu tadi bumbu kacangnya belepotan di bibir lo!" ucap Zayan gugup.

Aleana juga tak kalah gugupnya, "I-iya, makasih ya!"

Zayan mengangguk dan kembali memakan makanannya, begitu pun dengan Aleana. Mereka makan dengan keheningan yang melanda.

***

"Makasih Zay udah nganterin gue. Makasih juga udah ajak gue makan!" Aleana turun dari motor Zayan, tak lupa juga dia menyerahkan helm yang dipakainya pada Zayan.

"Ya, sama-sama."

"Mau mampir dulu gak?" tawar Aleana pada Zayan.

"Gak usah, gue mau langsung pulang!" tolak Zayan.

"Oh yaudah, hati-hati ya!"

Zayan mengangguk, sebelum menjalankan motornya dia berkata pada Aleana, "Besok gue jemput, gak nerima penolakan!"

"Ta-" belum sempat Aleana melanjutkan ucapannya, eh Zayan malah langsung pergi gitu aja.

"Huh tenang Aleana, tenang! Lo jangan kesenengan dulu! Zayan mau jemput lo bukan berarti dia suka sama lo! Huh tahan-tahan!" gumam Aleana pelan dengan tangan yang mengelus dadanya.

Setelah itu dia langsung memasuki rumahnya.

"Kamu darimana sayang? Papi pulang kok kamu gak ada sih," Damian bertanya pada Aleana yang baru saja memasuki rumah.

"Eh papi, tadi Lea abis main di rumahnya Zayan, anaknya om Alex itu loh pi. Adiknya Zayan mau main sama Lea, jadinya Zayan jemput Lea buat ke rumahnya." Jelas Aleana.

"Kenapa gak ijin dulu sama papi? Papi khawatir loh,"

"Maaf pi, Lea lupa." Aleana menundukkan kepalanya.

Damian menghembuskan nafasnya kasar, "Yaudah papi maafin, tapi selanjutnya gak boleh gitu lagi. Kalo mau kemana-mana itu ijin dulu sama papi, kalo gak sama papi setidaknya bilang sama orang rumah. Papi khawatir, ponsel kamu juga kenapa gak aktif? Papi jadi susah ngehubunginnya,"

"Iya pi, Lea janji gak akan gitu lagi. Ponsel Lea juga tadi mati, baterai nya abis."

"Yaudah sekarang kamu ganti baju dulu, abis itu makan sama papi!"

"Eh Lea tadi udah makan pi sama Zayan. Papi belum makan? Kalo gitu Lea temenin papi makan aja gimana?"

"Gak usah gak papa, kamu ke kamar aja sana! Papi bisa makan sendiri kok."

"Yah maaf ya pi. Tadi Lea keburu lapar, jadi pas Zayan ajakin Lea buat makan Lea langsung setuju."

"Iya gak papa, malahan bagus kalo kamu udah makan. Udah sana ke kamar!"

"Yaudah Lea ke kamar dulu ya pi. Kalo papi udah makannya langsung istirahat!" ucap Aleana mengingatkan.

"Iya sayang!"

Aleana menunjukkan jempolnya pada Damian, "Oke bagus!"
Setelahnya dia berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

***

Vote dan komennya jangan lupa!!
.
.
.
Sampai jumpa di part selanjutnya 💙

Accismus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang