Part 23

393 21 8
                                    

Happy reading 💙

***

Zayan membaringkan tubuhnya di kasur, matanya menatap langit-langit kamar yang berwarna abu-abu. Kamar Zayan memang di dominasi dengan warna hitam dan abu-abu.

Pikirannya menerawang, mengingat-ingat kejadian di sekolah tadi.

Apa dia terlalu keterlaluan pada Aleana? Tadi sebelum benar-benar meninggalkan Aleana, dia menyempatkan diri untuk bersembunyi dibalik pohon. Dia mendengar dengan jelas gumaman Aleana dan suara isak tangisnya.

Sebenarnya jika boleh jujur, belakang ini wajah cantik Aleana selalu terbayang-bayang di benaknya. Semenjak kejadian di taman, waktu dirinya bermain bersama Ara dan kemudian Aleana bergabung bersamanya, dimulai dari itu Zayan selalu memikirkan Aleana.

"Ck kenapa gue jadi mikirin dia sih, bodo amatlah!" decaknya pelan.

"Abang turun dulu, makan!" suara Lusiana menggema di penjuru rumah. Lusiana jika sudah berteriak, suaranya mengalahkan toa.

Zayan tak ingin bundanya kembali berteriak yang bisa membahayakan gendang telinga nya itu pun dengan cepat berlari menuju meja makan.

"Kebiasaan kamu nih, kalo pulang sekolah itu langsung makan, bukan malah diem di kamar!" omel Lusiana dengan tangan yang mengambil nasi dan lauk pauknya untuk Zayan.

"Iyaa, makasih bun."

"Jangan iya-iya aja, tapi lakuin apa yang bunda bilang!"

"Iya bundaku sayang,"

"Yaudah bunda mau belanja dulu, nanti kalo Ara pulang dan nanyain bunda, bilang aja bunda lagi pergi sebentar!"

"Emangnya Ara kemana?" tanya Zayan dengan mulut yang masih mengunyah makanannya.

"Telen dulu bang! Ara tadi pergi main sama temen-temennya ... udah ya bunda pergi dulu!" pamitnya pada sang anak yang diangguki Zayan.


***


"Papi udah pulang?" Aleana yang baru saja menuruni anak tangga melihat Damian yang sedang duduk di ruang keluarga dengan tangan yang memijit-mijit pangkal hidungnya.

Aleana yang melihat itu segera berlari menghampiri Damian.

"Jangan lari sayang!" titah Damian.

"Papi, papi kenapa? Kepala papi pusing? Lea ambilin obat ya, nanti papi minum obat! Ini pasti karena papi kecapekan, Lea udah bilang berkali-kali untuk jaga kesehatan papi, tapi papi gak dengerin Lea!" Aleana terus saja berceloteh panjang lebar.

Damian hanya tersenyum menanggapinya, "Papi gak papa kok sayang. Papi cuma pusing sedikit, nanti juga sembuh sendiri kok. Kamu jangan khawatir!"

"Lea gak mau papi sakit," lirih Aleana pelan. Matanya sudah berkaca-kaca, siap untuk menumpahkan air matanya.

Damian membawa Aleana ke dalam pelukan hangatnya, dia mengelus rambut panjang Aleana. "Ssttt udah jangan nangis, princess papi gak boleh nangis! Papi baik-baik aja kok,"

Aleana tak mendengarkan itu, dia semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang Damian.

"Kamu udah makan?" tanya Damian memecah keheningan.

"Udah, papi udah makan?" Aleana mendongakkan wajahnya menatap wajah Damian dari bawah.

"Tadi papi sebelum pulang udah makan kok di luar sama pak Alex," jawabnya.

"Pak Alex itu ayahnya Zayan kan pi? Papi deket banget ya sama dia?"

"Ya bisa dibilang begitu, papi sama dia udah kenal lama. Waktu itu perusahaan pak Alex lagi butuh suntikan dana, dan papi bantu dia. Sejak itu, papi dan pak Alex jadi dekat dan kita juga sering bekerja sama." Jelas Damian.

Accismus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang