"Aku akan membunuhmu"
Dengan sekuat tenaga Sasshi melancarkan pukulannya tepat kearah wajah Akane, tapi sebelum itu Rena langsung menahannya meski ia harus ikut terdorong.
"Tenanglah Sasshi" kata Rena sambil menahan pukulan Sasshi karena ia tak ingin ada keributan.
"Kau jangan mengganggu Ren" kata Sasshi sambil memukul perut Rena dengan sebuah pukulan kuat yang mampu membuat seorang Gekikara tersungkur.
BUAGH!!
'Akh!! sakit sekali, ini karena tubuhku melemah atau pukulan Sasshi yang kuat' batin Rena sambil memegangi perutnya dan karena tak ingin ada keributan Rena langsung bangkit dan menahan Sasshi yang akan memukul Akane.
"Lepaskan aku Ren" kata Sasshi mencoba melepaskan tubuhnya yang masih ditahan Rena.
"Tenang Sasshi, bagaimana kalau kita bicarakan hal ini" kata Rena masih menahan tubuh Sasshi sampai perlahan Sasshi mulai tenang.
"Bagaimana kalau kita masuk" kata Rena dan akhirnya.
Setelah mempersilahkan Sasshi duduk Rena langsung menarik tangan Akane masuk kedalam kamar.
"Apa-apaan kau ini Akane?"
"Apa maksudmu?"
"Bukankah aku sudah menyuruhmu pergi dulu" jawab Rena.
"Permintaanmu aneh-aneh jadi aku tak jadi pergi dan aku sudah menduga bahwa kau pasti membawa seseorang kemari jadi aku menunggunya" jawab Akane.
"Dasar kau benar-benar tak bisa membaca situasi" kata Rena sambil mengacak rambutnya sendiri.
"Oi mau kemana kau?" tanya Rena melihat Akane yang nyelonong pergi menuju ruang tamu dimana Sasshi duduk disana.
"Bisakah ini menjadi lebih buruk lagi" kata Rena menepuk dahinya sendiri membayangkan apa yang akan terjadi.
.
.
.
.
.
.
.
.Diruang tamu terlihat Sasshi dan Akane yang duduk berhadapan saling memandang dengan tatapan membunuh yang sangat kuat.
"Anoo,,, bagaimana kalau kalian berdua minum dulu biar lebih santai" kata Rena sambil menyuguhkan minuman pada dua gadis yang bersitegang tersebut.
"Sasshihara Rino, kenapa kau bisa datang berdua bersama Ren-kun?" tanya Akane memulai perdebatan.
"Memangnya kenapa? bukan urusanmu" jawab Sasshi dengan nada dingin.
"Tentu saja urusanku" jawab Akane dengan nada tak kalah dinginnya.
"Memangnya siapa kau dan kenapa ngapain kau berada di apartementnya Ren?" tanya Sasshi.
"Tentu hal wajar aku tinggal disini karena Ren-kun adalah suamiku" jawab Akane yang sontak membuat Rena langsung menyemburkan minuman yang baru saja masuk ke mulutnya.
"A-apa suami?" tanya Sasshi dengan nada tak percaya.
"Iya suami, benarkan Anata bahwa kita suami istri dan sudah menikah satu tahun lalu" kata Akane memandang Rena sambil mengedibkan sebelah matanya.
"Jangan pikir aku percaya perkataanmu" kata Sasshi.
"Jika bukan suami istri tak mungkin kita tinggal bersama"
"Oi! oi! Apa maksudmu Akane" protes Rena karena Akane berkata seenaknya, meski begitu Akane terlihat tak menghiraukannya.
"Oh ya aku tau kenapa kau mendekati Ren-kun" kata Akane sambil tersenyum licik.
"Apa maksudmu?"
"Kau pasti berpikir bahwa Ren-kun adalah Matsui Rena" kata Akane yang kembali membuat Rena menyemburkan minuman yang baru saja masuk kemulutnya sementara Sasshi langsung terdiam memdengar hal itu.
'Oi,, apa yang dia rencanakan, apa dia mau membongkar identitasku' batin Rena menatap Akane tak percaya.
"Kenapa kau hanya diam saja, jadi benar dugaanku dan kuakui Ren dengan Rena memang mirip, tapi perlu kau tau bahwa Matsui Rena sudah mati" kata Akane sementara Sasshi hanya diam mengepalkan kedua tangannya erat-erat.
"Sebaiknya buang pikiranmu kalau Rena masih hidup, Ren-kun bukanlah Rena dan Rena sudah mari, kau tau kan kalau orang yang sudah mati tak mungkin hidup lagi" kata Akane yang membuat Sasshi terdiam karena yang dikatakan Akane ada benarnya.
"Kaulah yang sudah membunuhnya" kata Sasshi sambil menatap tajam Akane.
"Apa maksudmu? kau tau sendirikan kalau Rena mati karena penyakitnya"
"Tapi kau yang sudah menyebabkan kematiannya"
"Rena memang pantas mati, dia sudah menghancurkan keluargaku dan seperti yang kau lihat, dia membuatku kehilangan mata kiriku" kata Akane sambil menunjukkan bekas luka dimata kirinya setelah Rena menusuk matanya saat pertempuran 5 tahun yang lalu.
"Itu memang salahmu sendiri" kata Sasshi sambil menarik kerah baju Akane dan memukul wajahnya dengan kuat hingga Akane terlempar kebelakang.
Setelah membuat Akane terkapar Sasshi langsung berlari pergi meninggalkan apartement.
Sementara itu Rena hanya bisa diam terkejut melihat apa yang terjadi didepannya, selain terkejut melihat Sasshi yang memukul Akane, ia juga bingung harus berbuat apa, menolong Akane atau mengejar Sasshi yang sudah pergi.
"Tunggu Sasshi" kata Rena memilih mengejar Sasshi dan membiarkan Akane terkapar disana.
.
.
.
.
.
.
.
."Tunggu Sasshi, ada yang harus kujelaskan padamu" kata Rena sambil terus berlari mengejar Sasshi yang sudah menjauh.
Rena berlari secepat mungkin meski ia tak bisa mengejar Sasshi yang sudah memghilang dari pandangannya.
"Akh!"
Rena langsung berhenti dan jatuh terduduk saat merasakan dadanya sesak akibat terus berlari.
'Akh! Sial kenapa tubuhku jadi lemah seperti ini' batin Rena sambil mengatur nafasnya yang sudah kehabisan, padahal ia berlari tidak begitu jauh.
"Ren-kun, kamu tidak apa-apa?" tanya Akane yang tiba-tiba datang dan membantu Rena berdiri.
"Akane" kata Rena melihat Akane yang baru datang dengan sebelah lubang hidung yang disumpal tisu menahan darah agar tak keluar setelah menerima pukulan Sasshi tadi.
"Ayo kita pulang, sini biar kubantu" kata Akane sambil membopong Rena dan membantunya berjalan karena tiba-tiba saja tubuh Rena langsung lemas seakan tenaganya terkuras habis.
"Akane apa kau tau kenapa tubuhku menjadi lemah seperti ini?" tanya Rena karena ia merasa daya tahan tubuhnya menurun drastis, bahkan ia tadi hampir mau pingsan setelah menerima pukulan Sasshi padahal dulu pukulan dari seorang leader Rappapa bukan apa-apa baginya.
"Sebenarnya tubuhmu belum pulih sepenuhnya dan daya tahan tubuhmu masih lemah" jawab Akane.
"Tapi bukannya dulu kau bilang kalau penyakitku sudah sembuh sepenuhnya"
"Penyakitmu memang sudah sembuh, ini hanya masalah pemulihan saja" jelas Akane.
"Begitu ya"
"Lalu kenapa kau berkata seperti itu pada Sasshi tadi?" tanya Rena mengenai perdebatan Akane dan Sasshi tadi.
"Aku hanya membuat dia percaya bahwa kau bukanlah Matsui Rena" jawab Akane.
"Dengan aku berkata seperti itu dia pasti percaya bahwa kau bukanlah Rena" tambah Akane.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Didalam kamar Sasshi hanya diam terduduk dikamarnya sambil menahan air mata yang ingin mengalir.
Ia masih memikirkan perkataan Akane tadi yang menurutnya memang benar adanya.
Sejak ia bertemu Ren beberapa hari yang lalu, ia meyakini bahwa Ren adalah Rena dan ia punya secercah harapan bahwa Rena masih hidup, tetapi setelah mendengar perkataan Akane tadi yang membuat ia mulai ragu bahwa Ren adalah Rena, karena memang tak masuk akal bahwa Rena masih hidup apalagi ia melihat sendiri saat pemakamannya.
"Rena-chan, apa benar kamu masih hidup"
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC