3. Morning With

12.4K 619 18
                                    

Hey ... i'm back!
Peringatan untuk pembaca DETAK⚠️⚠️

Cerita ini punya rate 16+ [harsh world, sensitive topic, skin-ship, kissing, smoking, suicide, etc. Jadi harap bijak dalam memilih bacaan.

Kalau kalian nggak nyaman sama young adult story silahkan skip tanpa meninggalkan komentar jahat, okey buddy?

Kalau kalian nggak nyaman sama young adult story silahkan skip tanpa meninggalkan komentar jahat, okey buddy?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




SESUAI perjanjian awal—Sebelum Kalaia dan Fabian sepakat untuk menikah, keduanya akan tidur terpisah. Namun masih dalam lantai dan radar yang sama—bersebelahan lebih tepatnya. Fabian tidak berkata apapun, tidak juga memberikan gestur ketidaksukaannya saat Kalaia mengajukan beberapa kesepakatan. Raut wajahnya selalu datar dan sulit untuk dibaca.

Kalaia mengetuk pintu kamar Fabian, setelah dirinya selesai menata barang-barang miliknya di kamar. Menunggu beberapa saat sambil membuat pola abstrak di lantai menggunakan ujung sepatunya.

Pintu terbuka dan menampilkan wajah suaminya, Kalaia menatapnya beberapa saat sampai lupa mengedipkan kelopak matanya.

"Apa?" Suara dingin Fabian menyentak kesadaran Kalaia.

Mengerjab beberapa kali sebelum menjawab. "Ah ... iya, saya kesini mau bicara about something. Got a minute?"

Tangan Fabian yang semula menahan pintu itu, lantas bergeser pelan membuka nyaris setengah pintu kamarnya. Secara tidak langsung mengijinkan Kalaia untuk masuk ke kamarnya.

"Di dalam?!" Fabian tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Dan Kalaia merasa kelimpungan takut laki-laki itu menangkap maksud lain dari ucapannya. "No hard feeling, maksud saya—nggak apa-apa saya masuk?" Ujarnya agak canggung.

Fabian mengedikkan kepalanya ke samping—ke dalam kamarnya. Dari gerak-gerik yang Kalaia tangkap sepertinya tidak masalah jika dirinya masuk ke dalam.

Fabian menutup pintu saat istrinya sudah masuk sepenuhnya ke dalam kamarnya, menatap punggung kecil itu dari belakang.

Mata Kalaia menyisir keseluruhan sudut kamar Fabian. Rapih, dan penuh akan segala hal yang berhubungan dengan mendiang istrinya. Mulai dari foto pernikahan raksasa yang terpajang tepat di atas kepala ranjang, beberapa figura kecil di meja sudut ruangan dan ya ... masih banyak lagi. Sepertinya, jika Kalaia satu kamar dengan Fabian ia akan menangis setiap malam. Tapi untungnya, untuk saat ini hati Kalaia masih baik-baik saja.

"Spit it out!" Ujar Fabian dingin.

Kalaia spontan berbalik, hampir lupa dengan tujuan utamanya. Menatap Fabian sejenak sebelum membuka mulut. "Oke, sebelumnya saya minta maaf jika hal ini terkesan lancang. Tapi saya tidak suka dengan cara pak Fabian yang tadi." Ujar Kalaia, sangat lancar.

Fabian melipat tangan di bawah dada, menunggu kelanjutan ucapan Kalaia.

"Oke, Narion memang anak pak Fabian tapi—"

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang