EPILOG

6.7K 310 32
                                    

~SELAMAT MEMBACA~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.

FABIAN menatap gusar sebuah pintu ruangan bernuansa dominasi putih itu. Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika menemukan sang istri duduk dilantai kamar mandi merintih kesakitan saat dirinya pulang bekerja. Fabian kalut, dia kehilangan akal sehatnya sendiri melihat kacaunya keadaan Kalaia. Segera dia menggendong istrinya yang sudah terkulai lemas, peluh memenuhi wajah dan tubuh istrinya-membawanya ke rumah sakit.

Fabian terus menunggu di depan ruang rawat istrinya, menundukkan kepalanya dengan bibir yang terus menggumamkan do'a untuk sang istri yang tengah berjuang untuk anak-anak mereka. Fabian telah memberi kabar kepada keluarganya juga Kalaia, tidak luput para sahabatnya.

KLEK!

Kepala Fabian spontan terdongak saat mendengar pintu ruang rawat istrinya terbuka. Dia berdiri dengan tergesa menghampiri dokter Siska.

"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" Dia bertanya buru-buru, nampak rasa khawatir yang amat berlebih diwajahnya.

Dokter Siska tersenyum menenangkan, "Kalaia baik-baik saja, kontraksi menjelang melahirkan itu hal yang wajar Fabian." Jawabnya.

Fabian merasa ruang sempit yang menghimpit dadanya mulai mereda, lega atas pernyataan dokter yang menangani istrinya tersebut. Memejam sejenak, menetralkan perasaannya yang sempat kacau. Setelahnya dia kembali membuka mata dan menatap sang dokter penuh ungkapan terima kasih.

"Kamu tepat waktu membawa Kalaia ke rumah sakit, tapi kita masih belum bisa melakukan persalinan karena masih pembukaan tiga. Mungkin dua sampai tiga jam lagi sampai kita mencapai pembukaan sempurna untuk melahirkan." Dokter Siska memaparkan, dia melihat kembali catatan kesehatan Kalaia. "Kalaia dalam keadaan yang sangat stabil, posisi anak-anak kalian tidak sungsang dan bisa melakukan persalinan normal." Dia kembali menjelaskan.

Mimik wajah Fabian kembali turun, "Apa persalinan normal tidak terlalu berisiko untuk istri saya, dokter?" Nada khawatir itu membuat dokter Siska tersenyum memaklumi.

"Tidak ada persalinan yang tidak berisiko Fabian, keputusan ada ditangan kalian berdua. Saya berani mengajukan persalinan normal karena pasien memenuhi syarat berdasarkan kesehatan ibu dan bayinya. Jadi bicaralah lebih dulu dengan Kalaia." Tutur dokter Siska, dia mengusap sekilas lengan Fabian sebelum berlalu dari ruang rawat Kalaia.

Usai kepergian dokter Siska, Fabian cepat-cepat masuk ke ruangan sang istri. Hal pertama yang Fabian tangkap saat adalah sang istri yang tengah terbaring lemah di atas brankar-wajahnya sangat pucat tak bertenaga. Fabian mengayunkan kakinya mendekati kasur sang istri, menutup mata menahan denyut nyeri di dadanya. Tidak tega melihat istrinya yang terlihat kesakitan sampai seperti ini.

"Kalaia ..." Fabian menyebut nama sang istri lembut-lembut.

Kalaia merasa terusik, keningnya mengernyit halus-perlahan mata cantik itu terbuka setelah menyesuaikan cahaya yang masuk. Fabian menatap sendu perempuan yang sangat dicintainya itu, dia masih berusaha tersenyum meski seluruh tubuhnya pasti sangat kesakitan.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang