~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.Di sebuah Cafe, Renda duduk ditemani segelas Americano dingin. Duduk tenang meski hatinya gelisah tidak karuan sejak ada pesan masuk dari seseorang yang menyetujui keinginannya untuk bertemu siang ini meski saat ini dia sedang berada di luar kota. Mereka membuat janji pukul satu, tapi Renda sengaja datang setengah jam lebih awal untuk memesan ruangan Private di Cafe tersebut.
Kemudian Pintu berdenting nyaring, menandakan ada orang yang masuk. Kontan kepala perempuan itu menoleh ke-arah suara, dan benar saja seseorang yang sejak tadi dia tunggu muncul.
Orang itu berjalan sambil melipat lengan kemejanya hingga ke siku, "Kamu sudah lama disini?" Tanyanya, kemudian duduk di kursi, berhadapan dengan Renda.
Renda mengangguk, "Selamat siang om Keenan." Sapanya sopan.
"Oh! Siang, sudah makan siang belum kamu? Saya laper banget nih." Keenan menatap Renda meminta jawaban, dijawab gelengan oleh perempuan itu. "Mau steak? Atau nasi?"
"Steak." Jawab Renda singkat.
"Oke." Keenan memanggil waiters, memesan dua porsi Steak dan kopi Americano. Setelah Waiters itu pergi Keenan kembali menatap Renda. "How it's your day?"
Renda membalas tatapan Keenan, dan berkata. "Bad."
"Why?" Tanya Keenan tertarik.
Renda dengan ekspresi dinginnya lantas manyahut, "Kurang tidur, darah rendah saya kambuh." Perempuan itu berhenti, mengambil gelas Americano-nya dan menyisip minuman itu. "Om Keenan bagaimana?"
Keenan menarik sudut bibirnya, tatapan tajamnya menelisik penuh minat pada sahabat putrinya tersebut. "Not bad." Renda mengangguk saja atas jawaban itu.
Setelah beberapa saat makanan mereka datang, Keenan berkata dia ingin makan dulu dan Renda setuju. Dia juga lapar.
"Mau saya potongkan?" Keenan menawarkan.
Kepala Renda menengadah, dia diam sebentar dan setelahnya medorong piringnya kehadapan Keenan. "Terima kasih." Ucap Renda.
Renda tidak merasa canggung, entah kenapa setelah kejadian malam itu perangai Keenan lebih mudah dia terima. Dia pun tidak lagi sungkan meminta bantuan dari ayah sahabatnya tersebut. Bagi Renda sosok Keenan terlalu membuatnya salut. Mendengar cerita Kalaia tentang bagaimana Keenan memainkan peran sebagai Ayah sekaligus Ibu bagi dua anaknya, juga sifat perhatian yang sangat melekat pada perangai laki-laki berusia 47 tahun itu.
Renda bisa hidup hingga saat ini juga berkat bantuan Keenan. Sejak duduk dibangku SMA, semua biaya pendidikannya ditanggung oleh Keenan—Meski tidak secara langsung, dalam artian Keenan menawarkan beasiswa bersyarat untuk Renda. Renda merasa Keenan sangat menyokong hidupnya hingga bisa mapan seperti sekarang. Entahlah, kata berjasa sepertinya masih sangat kurang untuk mendeskripsikan sosok Keenan untuk hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DETAK
Roman pour AdolescentsPramoedya Series ke-2 Cerita ini punya rate 17+ [harsh world, sensitive topic, skin-ship, kissing, smoking, suicide, etc. Jadi harap bijak dalam memilih bacaan. *** Di umur yang telah menginjak seperempat abad ini, banyak hal yang harus Kalaia tunta...