47. Never Expected Before

8.2K 435 27
                                    

~SELAMAT MEMBACA~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.

"Papa ..." Panggil Narion berbisik.

Fabian yang tengah duduk disampingnya menoleh pada sang putra, menatap penuh sorot tanya meski dia tahu apa yang akan ditanyakan oleh sang anak kepadanya.

"Bubu kapan pulang?" Tanya anak itu, sesuai dugaan Fabian.

Fabian menghela nafas, mengusap kepala sang putra penuh perhatian. Ini adalah hari ke-7 Kalaia pergi—ke Sulawesi Tengah sebagai relawan Bencana Alam di sana. Si anak nakal itu sangat cerdik. Dia sengaja tidak berpamitan langsung padanya, sebagai gantinya dia mengirim surat untuk beberapa orang termasuk dirinya juga Narion.

Fabian geram bukan main karena tindakan ceroboh yang Kalaia lakukan, namun dia juga memahami akan posisi istrinya sebagai seorang dokter. Kalaia memegang teguh prinsipnya, dia bahkan dengan sukarela mengajukan diri sebagai perwakilan rumah sakit bersama beberapa rekannya yang juga ikut turun.

"Nanti." Kata Fabian. "Setelah tugasnya selesai."

"Memangnya tugas dokter itu apa Pah?" Mata anak itu menyorot penuh keingintahuan.

"Menolong, dan mengobati banyak orang."

"Wahh ... seperti superman?"

"Lebih dari itu." Balas Fabian, mengusap lembut kepala sang putra. "Mereka mengerjakan hal-hal mulia, yang tidak semua orang bisa melakukannya."

Narion menganggukan kepalanya, lalu dia kembali berpikir. "Ion juga boleh jadi dokter pah? Seperti Bubu."

"Boleh. Kalau begitu Ion harus rajin belajar, agar bisa menjadi dokter seperti Bubu."

Narion tersenyum dan mengangguk atas ucapan Papanya, kemudian dia berkata sudah mengantuk setelah percakapan singkat mereka itu. Jadilah Fabian mengantar anaknya kembali ke kamar usai belajar dari ruangannya.

Setelah kembali ke ruangannya, Laki-laki dengan kaos Polo itu duduk kembali di meja kerjanya. Mengambil sebuah benda persegi panjang yang dia simpan di laci mejanya, matanya menyorot tajam benda bersebut. Benda itu ditinggalkan istrinya di tempat sampah, Fabian yang jeli berhasil menemukannya meski terlambat beberapa hari setelah keberangkatan istrinya ke Palu.

Kalau saja Fabian tidak pandai mengontrol emosi, sudah pasti dia akan langsung terbang ke Palu dan membopong istrinya pulang secara paksa. Ingat, Fabian adalah manusia dengan kadar kesabaran setipis tissue, dia juga tidak mudah kalah. Hanya sering mengalah, terutama pada sang istri yang bebalnya minta ampun itu.

Tapi ternyata terbang ke Palu tidak akan semudah itu perkaranya, setelah Bencana alam yang terjadi disana Serentak Maskapai penerbangan di seluruh Indonesia dilarang melakukan pendaratan di Bandara Udara Mutiara Sis Al-Jufri Palu. Jadi dia akan menggunakan cara lain agar bisa sampai disana. Tentu saja dengan segala koneksi yang dimiliki oleh Fabian Nareshwara Hilman.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang