11. Ups!

9.4K 581 8
                                    

Hey buddy's!
Jamgan lupa follow dan selalu tinggalkan jejak di cerita ini.

And let's be friends dengan follow Instagram yang ada di terakan BIO
@

anggiregitaaa


⚠️SELAMAT MEMBACA⚠️

⚠️SELAMAT MEMBACA⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



SENYUM Kalaia mengembang sempurna saat melihat senyum ceria sang putra yang berhasil membuat burung dari kertas origami. Hatinya turut bangga karena Narion tipikal anak yang mudah belajar dan tidak cepat menyerah meski diawal pun dia kerap kali mengeluh tidak bisa. Namun pada akhirnya, rasa takut gagal itu berhasil ia kalahkan dengan telak pada perlawanan akhir.

"Gampang, kan buatnya? Kuncinya itu harus teliti dan sabar." Kalaia berkata lembut seraya mengusap kepala sang anak.

Narion terkikik lugu, "Ion hebat ya Bubu? Sudah tampan pintar membuat origami pula." Ujarnya.

Mimik Kalaia berubah sekejap, mengerjap cepat beberapa kali sedikit panik. Waduh, sepertinya virus narsis Kalaia mulai menurun pada Narion, ini kabar baik atau buruk?

Tertawa hambar Kalaia turut membalas, "Iya betul sekali, anak Bubu yang paling tampan mempesona melebihi cakrawala alam ghoib—alam semesta maksudnya." Setelahnya mereka tertawa bersama.

Kedekatan Kalaia dan Narion nyaris melebihi batas wajar—dalam artian keduanya terlihat bukan seperti orang asing yang kebetulan hidup bersama. Terlihat begitu alami dalam menyalurkan perasaan sayang satu sama lain. Para pekerja dan pengawal pun merasakan hal yang berbeda semenjak kedatangan Kalaia di istana Fabian. Rumah yang biasanya nampak sunyi dan suram seperti rumah hantu tersebut kini jauh lebih hangat dan penuh canda tawa.

Sikap Kalaia yang mudah berbaur membuat mereka begitu nyaman berlama-lama mengobrol dengan perempuan cantik itu. Kalaia juga sering membawakan mereka makanan selepas pulang bekerja—entahlah terkadang pernah mereka berpikir sebenarnya bagaimana bisa seorang malaikat seperti Kalaia bisa menikahi lelaki berdarah dingin seperti Fabian. Sudah jarang berbicara, jarang senyum pula.

Bapau ... Bapau ...

Bapau ... Bapau ...

Kalaia dan Narion kompak menghentikan aktivitas mereka, saling beradu tatap dengan satu pikiran yang saling berkomunikasi. Mata Kalaia berbinar sembari mengulum bibir, sementara Narion menyipit dengan telunjuk yang menyangga pelipisnya.

Lama terdiam—kemudian terdengar suara gaduh dari meja dan kursi yang saling bersinggungan menimbulkan gesekan keras memekikkan telinga. Tentu saja perbuatan Kalaia dan Narion yang secara gaduh berlari seraya menjatuhkan beberapa barang ke lantai karena terburu mengejar suara penjual bapao.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang