4. Fabian Nareshwara Hilman
BERJALAN dua minggu usia pernikahan Kalaia dan suaminya, Fabian. Tidak ada yang berubah—semua masih pada porsi yang benar seperti sebelumnya. Mungkin hanya beberapa hal, termasuk peran tambahan untuk Kalaia. Yap, Kalaia is an impromptu Mother right now.
Peran sebagai ibu tidak bisa disepelekan, entah itu ibu sambung atau ibu kandung. Kalaia menikmatinya, menjaga dan dan merawat Narion adalah kegiatan baru yang disukainya. Anak manis itu sangat penurut, pintar, dan tentu saja berhati lembut—tidak seperti Papanya.
Narion menerima Kalaia apa-adanya, menerima segala hal dalam dirinya. Baik kelebihan maupun kekurangannya.
"Kenapa Bubu pandai melakukan semua hal?" Narion yang duduk di meja belajarnya menatap penuh minat pada Kalaia. "Membuat origami, kerajinan tanah liat, membaca dongeng, dan membuat susu terenak di dunia?" Tanyanya.
Tawa Kalaia menguar cantik, mata perempuan itu sampai menyipit dan wajahnya sedikit merona. "Kenapa kamu pintar sekali memuji?" Kalaia balik menanyainya.
Narion hanya tersenyum sebagai balasan. "Bubu kebetulan belajar hal itu sebelum menikah sama Papa. Bakat itu belum ada sejak lahir—jadi Bubu mengasahnya saat dewasa." Kalaia menambahkan. "Honesly Bubu nilainya paling jelek kalau disuruh memasak."
Ya, itulah salah satu dari sekian banyak kekurangan Kalaia. Tidak bisa memasak adalah yang terburuk. Dia sangat suka makan, tapi memasak? Itu ide buruk. Dulu dia pernah belajar bersama Keenan, membuat nasi goreng sebagai pemula—bahkan hanya memakai bumbu instan. Tapi ... sepertinya memang Kalaia tidak berbakat dibidang itu, karena bukannya memasukkan bumbu nasi goreng sebagai campuran—Kalaia justru memasukkan bumbu sayur asem.
Pernah juga dia salah memasukkan sesuatu pada adonan kue. Alih-alih membaca dulu nama bahanya, Kalaia malah langsung mencampurkannya ke adonan karena warna bubuk itu sangat cantik. Dan hasilnya, Keenan ngamuk karena Kalaia memasukkan bubuk cabai ke adonan kue bolu.
Kalaia sedikit meringis saat menceritakannya pada Narion. Respon anak itu hanya tertawa tanpa menghujat seperti Keenan dan Kaisar.
"Papa jago memasak." Celetuk Narion.
Kalaia terkejut. "Oh ya? Papa Fabian jago masak?"
Narion mengangguk, "Tapi papa nggak bisa buat susu seenak buatan Bubu."
Kalaia terharu mendengarnya, Narion masih kecil—namun sikapnya yang selalu menghargai setiap hal-hal kecil membuatnya begitu takjub. Dan ucapan Narion tidaklah salah, Kalaia memang pembuat susu yang handal. Selama dia tinggal disana, setiap hari, baik Narion maupun Fabian selalu memintanya membuatkan susu berperisa vanilla untuk sang anak, dan Cokelat untuk suaminya.
"Bubu bosan," Kalaia tiba-tiba menyeletuk. "Narion mau pergi sama Bubu nggak?" Tanyanya pada sang anak.
"Mau." Kata Narion, namun wajahnya justru terlihat murung. "Tapi ... Papa pasti nggak kasih ijin. Sebelum ada Bubu, Ion kesepian kalau Papa kerja," Ucap sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DETAK
Teen FictionPramoedya Series ke-2 Cerita ini punya rate 17+ [harsh world, sensitive topic, skin-ship, kissing, smoking, suicide, etc. Jadi harap bijak dalam memilih bacaan. *** Di umur yang telah menginjak seperempat abad ini, banyak hal yang harus Kalaia tunta...