27. We Are

7.6K 405 4
                                    

~SELAMAT MEMBACA~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.
.

KALAIA senang karena hari ini bisa pulang lebih awal, biasanya ketika sampai rumah ia pasti menyibukkan diri dengan Narion namun kali ini sepertinya ada perubahan jadwal. Perempuan cantik itu mengulum senyum dengan binar bahagia mengingat mungkin malam ini akan menjadi kencan pertamanya dengan sang suami.

Senyumnya kian merekah saat mendapati sosok tegap yang sudah menunggunya di lobi dengan motor kesayangannya. Lengkap dengan atribut berkendara yang melekat pada tubuh atletisnya.

"MAS BIANN!"

Laki-laki dengan wajah sangar itu menoleh, seketika molotot saat Kalaia berlari kencang ke arahnya.

"Jangan lari Kalaia!" Fabian langsung menangkap lengan istrinya ketika nyaris terpeleset di anak tangga.

"Ceroboh!" Fabian menghardik tajam. Menatap sang istri yang justru cengengesan seperti orang prik.

"Hehe, udah ih jangan marah-marah terus. Jaket sama helm aku mana?" Kalaia dengan cepat mengalihkan dengan cengiran khasnya.

Fabian menghela nafas sebentar sebelum memberikan jaket dan helm kepada Kalaia. Dengan inisiatif sendiri Fabian membantu Kalaia menggunakan helm ketika kepalanya kesulitan masuk.

"Dasar kepala besar." Decak Fabian datar.

Kalaia memberengut kesal, "Gausah ngehina, ini ukuran kepala aku masih normal ya."

Fabian kembali menggeleng, ribet sekali berurusan dengan macan betina yang tidak mau disalahkan seperti Kalaia ini.

"Sudah?"

"Sudah, yuk jalan." Ajak Kalaia antusias, namun berbalik dengan wajah suaminya yang nampak ragu. Melihatnya Kalaia spontan berujar. "Aku sudah pakai sweater tebel, obat alergi juga sudah aku bawa. Gausah natap aku kayak aku ini orang penyakitan—"

Ctss!

"Awhs!" Kalaia mengaduh saat keningnya di sentil oleh suaminya.

"Cepat naik, atau saya seret." Pedas, sungguh tidak ada lembut-lembutnya suami Kalaia itu.

Meski bibirnya masih mendumal, namun perempuan cantik itu tetap menuruti perintah suaminya. Untung saja Kalaia menyimpan sepatu booth nya di loker ruangannya, hanya iseng sebetulnya tapi ternyata malam ini bisa berguna.

Mesin motor Fabian menderu lumayan keras, sebelum memacu kuda besinya tersebut ia ingin memastikan kenyamanan istrinya—menarik kedua lengan perempuan itu memeluk perutnya erat.

"Pegang yang erat," Ucap Fabian saat Kalaia hendak mengendurkan pelukannya.

"Iyaaa mas." Jawab Kalaia jengah.

Fabian tersenyum kecil dibalik helmnya, kemudian menjalankan motornya meninggalkan kawasan Rumah Sakit.

Dalam perjalanan Kalaia tidak bisa berhenti tersenyum—Mempererat pelukannya pada perut sang suami sembari menikmati suasana malam yang sangat nampak begitu merestui kencan perdana mereka ini.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang