39. Be well Sun

6.8K 415 16
                                    

~SELAMAT MEMBACA~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.

KALAIA berdiri di depan cermin—Menatap refleksi bayangannya dengan tatapan kosong.  Ia Meraup air pada pada wastafel yang mengalir menggunakan kedua tangannya lalu membasuhkan pada wajahnya. Kalaia melakukannya hingga berulang kali sampai merasa seluruh wajahnya dingin.

Pertemuan tidak terduga tadi adalah hal yang membuatnya mual dan muak. Mengingat wajah angkuh Martha yang terus saja mencibir dan menghinanya itu sungguh menyebalkan.

"Si paling harmonis." Kalaia mencibir kesal.

Meski bibirnya mendumal, namun hal itu sangat bertolak belakang dengan perasaannya yang kalut.

"Kenapa keluar terus sih?!" Kalaia mengusap pipinya berkali-kali sebab air matanya tidak kunjung berhenti jatuh.

Memangnya siapa yang ingin terhalir di keluarga yang terpecah? Siapa yang menginginkan hal itu terjadi? Tidak ada! Bukan hanya Kalaia, tapi juga semua anak bahkan orang tua mereka pun tidak ingin hal itu dialami oleh keluarga mereka.

Kalaia berusaha mengubur rasa sakitnya, mencoba abai namun tetap saja dirinya kalah. Karena perpisahan kedua orang tuanya dulu nyaris membuat jiwanya hancur. Ia dan Kaisar hanya berusaha tetap baik-baik saja agar tidak menjadi beban untuk Papa dan Mamanya. Sebab jika memang sudah tidak ingin bersatu maka bagaimanapun Kalaia berusaha, sekuat apapun tekadnya, kedua orang tuanya akan tetap berpisah.

Istri Fabian itu menghembuskan nafas panjang, mengusap kedua sisi wajahnya menghilangkan jejak air mata. Ia berjanji, ini terakhir kalinya air matanya terjatuh untuk hal yang sama sekali tidak penting. Kalau mendiang Mamanya tahu pasti beliau akan merasa sedih di atas sana.

Kalaia berbalik badan lalu berjalan meninggalkan kamar mandi. Saat  membuka pintu ia justru kembali dibuat terkejut karena kehadiran sosok jangkung yang bersandar pada tembok tepat disamping pintu kamar mandi.

Sosok itu menoleh pada Kalaia. "Sudah?"

"Apa?" Sahut Kalaia.

"Menangisnya, sudah?"

Kalaia melengosnya wajahnya, ini jebakan Fabian. Laki-laki itu tahu betul jika dirinya belum menumpahkan semuanya di dalam kamar mandi tadi.

"Mas Bian sudah makan?" Kalaia mengalihkan pembicaraan.

Fabian mengubah posisinya dengan menghadap sepenuhnya pada Kalaia namun tetap bersandar pada dinding. Ia tersenyum miring tatkala netranya menangkap air mata istrinya kembali terjatuh.

"Come here." Fabian membuka kedua tangannya—mengundang Kalaia untuk mendekat padanya.

Fabian selalu benar dalam menebak keinginan Kalaia. Istri Fabian itu lantas mendekatkan diri pada sang suami—melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang suami.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang