31. Narion Sanskara Hilman

8.5K 497 18
                                    

SELAMAT MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA
.
.
.
.
.
.
.

"Kalaia! Fabian!"

Sepasang suami istri yang tengah dilanda perasaan kalut itu langsung menoleh, keduanya saling pandang karena dikejutkan oleh kedatangan Seno, Hera, Keenan bahkan Galang.

Hera berlari kearah mereka guna memeluk menantunya-dan benar saja Kalaia langsung menumpahkan tangisan yang sejak tadi ia tahan.

Hera mengusap punggung Kalaia sembari mengucapkan kalimat penenang. "Sudah ya Kala, Narion pasti baik-baik saja."

"Aku takut mah ..." Kalaia mengeratkan pelukannya pada mertuanya tersebut.

Di sisi lain ada Seno yang berusaha menenangkan putranya, ia menepuk pundak kokoh itu dan berkata. "Narion akan baik-baik saja, percaya sama papa."

Fabian tidak berani menatap Seno-mengingat pertemuan terakhir mereka yang kurang baik waktu itu. "Papa tahu kami disini?" Tanya Fabian. Seno lantas memukul pundak putranya tersebut. "Papa punya banyak mata! Jangan pikir kamu bisa lolos. Dasar bocah keras kepala."

Fabian mengusap pundaknya, meskipun tengah dalam keadaan kalut karena keadaan anaknya yang sampai saat ini belum ada kejelasan karena masih ditangani oleh pihak medis-Fabian merasa sedikit bersyukur karena orang tuanya masih sudi bertemu dengannya.

Fabian menilik Galang yang bersandar pada tembok, laki-laki itu seolah berkata lewat tatapan mata. Bocil gue bakal baik-baik aja.

Keenan mengusap kepala Kalaia guna menenangkan putrinya, dia pasti amat risau dengan keadaan Narion.

Setelah 30 menit, pintu UGD (Unit Gawat Darurat) yang digunakan untuk merawat Narion terbuka. Menampilkan beberapa perawat dengan satu orang dokter yang menggenakan pakaian medis.

"Dokter Dito! Gimana keadaan anak saya?" Kalaia menodong pertanyaan begitu tergesa.

Dito melepas maskernya, ia menatap Kalaia dengan intens. "Sebelumnya saya ingin menyampaikan kabar perihal kondisi Narion, ada dua kabar. Baik dan buruk."

Lutut Kalaia mulai melemas, dan hal yang sama dialami pula oleh Fabian. Suami Kalaia itu mendekat pada Dito, meski wajahnya begitu datar, Dito dapat melihat kilat kekhawatiran yang sangat kentara pada kedua bola mata Fabian.

"Tolong jelaskan keadaan anak saya? Dia baik-baik saja, kan? Anak saya tidak sakit parah, kan?" Fabian panik hingga sulit mengontrol diri.

Dita berdeham, "Kabar baiknya, Narion berhasil melewati masa kritisnya. Keadaannya mulai stabil."

Keluarga Narion kompak menghembuskan nafas lega. Fabian memejamkan mata dengan bibir yang terus menggumamkan kata syukur.

"Tapi ... masih ada kabar buruk yang perlu saya sampaikan kepada kalian." Dito menyorot serius. Laki-laki itu melepas sarung tangannya, lalu kembali berujar. "Narion mengalami anemia."

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang