56. Eight Latters

3.6K 312 37
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.

RASANYA pasti sangat hambar jika sehari saja Kalaia tidak membuat ulah, dan Fabian juga yang harus membereskan ulah nakal istrinya. Salah satu pegawai disana menghubunginya, melapor bahwa Kalaia hendak melakukan pemerikaaan seperti biasa, namun sang pasien menolak dan tidak ingin diperiksa olehnya. Namun bukan itu masalah utamanya.

Pasien tersebut justru bertindak kurang ajar terhadap Bitha, asistennya. Melakukan tindak pelecehan karena dengan sengaja meremas salah satu payudara perempuan itu. Kalaia meradang, dan memukuli pasien tersebut hingga mengalami cidera ringan pada persendian kaki kanannya. Mendengar kabar itu, Fabian langsung datang ke rumah sakit meninggalkan pekerjaan pentingnya.

Sampai di rumah sakit, mata tajam Fabian mengedar untuk mencari dimana istrinya berada. Detik selanjutnya, dia mengayunkan kaki tergesa-gesa untuk menghampiri istrinya yang tengah dikerumuni banyak orang di lobby.

Fabian menggapai tubuh istrinya, sorot matanya memindai serius—memastikan apakah ada bagian tubuh istrinya yang terluka atau tidak. Kalaia mengerjapkan mata terkejut, astaga! Siapa yang mengadu pada suaminya kali ini?!

"Mas Bian ...." Bibir Kalaia mengatup saat ditatap sangat tajam oleh suaminya.

"Kamu tidak apa-apa?" Fabian bertanya dengan suara tertahan, matanya tidak beralih sama sekali dari Kalaia. "Kamu terluka?" Desak Fabian lagi.

"Aku gak—,"

"Heh mas! Yang kenapa-napa itu saya." Seseorang menyelak ucapan Kalaia, suaranya lantang dan penuh amarah. "Kamu pasti suaminya kan?! Ajarin istri sialanmu itu sopan santun! Kurang ajar sama orang tua, main tonjok aja."

Fokus Fabian teralih, di belakang istrinya berdiri seorang laki-laki berusia sekitar kepala empat. Dia berkacak pinggang, dan menatapnya nyalang. Gigi Fabian bergemelatuk, saat kembali mendengar kalimat celaan dari orang itu untuk istrinya.

"Percuma jadi dokter tapi gak punya adab! Dokter sialan itu harusnya dipecat, udah gak becus, fitnah orang sembarangan." Dia menunjuk wajahnya yang juga lebam pada bagian tulang pipi. "Ini ulah dokter sialan itu! Pokoknya saya mau tuntut rumah sakit ini." Ujarnya lantas.

Nafas Fabian mulai tak beraturan, kilat amarah dimatanya tidak bisa disembunyikan. Segera, dia membalikkan posisi—membawa tubuh istrinya kebelakang dan menjadikan dirinya sebagai tameng.

Dengan nada rendah Fabian berkata, "Jaga ucapan anda terhadap istri saya."

Orang itu berdecih, memberi tatapan penuh ejek pada Fabian. Dan lantas melontarkan kalimat yang tidak pantas.

"Halah! Perek!" Umpatnya, "Perempuan begitu gausah dibela, salah didikan orang tua makanya gak tahu sopan santun. Modal cantik sama bisa nungging doang sok mau jadi dokter. Najis!" Di akhir kalimatnya orang itu meludah sembarangan.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang