35. Shocked Surprise

8.1K 446 5
                                    

~SELAMAT MEMBACA~
.
.
.
.
.
.

ZETTA mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang kerjanya, ruangan yang menyimpan banyak kenangan sejak 4 tahun lalu dirinya diangkat menjadi dokter tetap di Pramoedya Hospital.

Kemudian Zetta merunduk, tatapannya memburam kabur-mencoba menghalau sesuatu yang tidak seharusnya keluar. Ini pilihannya, mutlak dan tanpa paksaan dari pihak manapun jadi apapun itu ia harus menerima segala bentuk konsekuensinya. Salah satunya harus berpisah dengan teman-teman dekatnya yang ada disini.

Sungguh, ini tidak mudah. Zetta harus meninggalkan semuanya agar mimpi dan hidupnya tetap baik-baik saja. Juga agar Kalaia tidak akan terusik oleh Satria kedepannya.

Zetta menatap jam tangannya, sekarang sudah waktunya makan siang. Dan ini adalah waktu yang tepat untuk berpamitan kepada para sahabatnya, semoga saja dia bisa menahan tangis lebih lama. Dia benci menjadi cengeng, tapi kodratnya Zetta memang selemah itu perihal perasaan.

"Tiga hari lagi, Ze." Gumam perempuan itu, untuk dirinya sendiri.

Surat pengundurun dirinya telah mendapat Accept dari kepala departemen dokter bedah, dan tinggal menunggu pengesahan saja. Sejujurnya, meski sudah keluar nanti Zetta harus tetap melakukan pekerjaan selama satu bulan lamanya dikarenakan harus menuntaskan masa simulasinya terlebih dahulu.

Membereskan barangnya, ia lantas segera keluar dari ruangannya.

"Zetta."

Zetta terpekur dengan tangan yang berpegang erat pada gagang pintu ruangannya, kerongkongannya tercekat ketika kembali mendapati suara seseorang yang amat ia hindari sejak beberapa hari belakangan.

"Ayo bicara." Ucap orang tersebut. "Saya tunggu kamu di ruangan saya sekarang." Lanjutnya tegas.

"Maaf, saya tidak bisa." Pungkas Zetta cepat, lalu tanpa berbalik ia kembali menambahkan. "Jika memang penting, anda bisa membericarakannya disini dokter Satria."

Satria menarik sudut bibirnya, melihat Zetta yang seperti orang ketakutan itu membuatnya ingin berbuat nekat. Perempuan itu membuat Satria gila. Perlahan, namun pasti Satria mendekati Zetta dengan tenang nyaris tanpa suara. Tiba-tiba Zetta terperanjat ketika lengannya ditarik kuat kebelakang hingga punggungnya menabrak sesuatu yang keras.

"Kamu yakin?" Bisik Satria, tepat dibelakang telinga Zetta.

Zetta memejam erat, merasakan kerongkongannya yang mulai sulit menelan saliva. Posisi ini ... terlalu berbahaya, terlebih ini di tempat umum meskipun memang area khusus dokter.

"Di ... ruangan saya saja kalau begitu." Suara Zetta mencicit kecil, ia menggigit bibir bawahnya gugup. Satria merasa menang lagi, kemudian tanpa kata ia membuka kembali pintu ruangan Zetta. "Silahkan masuk lebih dulu." Ucapnya pada Zetta.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang