PROLOG

2.9K 175 11
                                    

Seorang cewek dengan berseragam putih abu-abu tak rapi, dan rambut yang berwarna-warni itu nampak berlarian menuju gerbang sekolah.

Napasnya terengah-engah dibarengi dengan bulir-bulir keringat yang bercucuran di dahi dan pelipisnya.

Cewek itu mendengus kasar menyadari gerbang sekolahnya sudah ditutup menandakan jam pelajaran sudah dimulai

"Sial," umpatnya.

Namun tiba-tiba, mata cewek itu segera membulat ketika melihat cowok yang sedang berjalan mendekatinya di balik gerbang.

"Woy! Lo!" panggilnya pada sang cowok. Cowok itu pun menoleh.

"Iya! Elo! Buka gerbangnya!"

Bukannya menurut atau setidaknya merespon, cowok itu bergeming, dan malah melanjutkan aktivitas menulisnya pada catatan yang dibawanya.

"Heh! Lo budek apa gimana?! Bukain cepetan!"

Tanpa berkata sepatah kata pun, cowok itu melengos pergi begitu saja.

"Ih! Anjing, tuh, cowok! Bukannya bukain malah cabut!" monolog cewek itu.

Tentu amarahnya ini bukan sekadar amarah. Ia takkan main-main pada siapa pun yang berani membuatnya kesal.

Sepertinya, cowok itu menghadapi orang yang salah.

(^-^)

"Baru sekolah dua hari, dan kamu sudah terlambat dua kali juga. Saya gak paham lagi apa mau kamu, Thalea," ceramah Bu Safira selaku Wali kelas IPS-2.

Bukannya mengakui kesalahannya, cewek yang bernama Thalea itu malah asyik memain-mainkan jari dan kuku-kukunya sendiri.

"Thalea! Kamu denger saya, gak?!" pekik Bu Safira.

Thalea menoleh, "Angkot yang nganterin saya mogok, Bu. Saya gak tau mesti ngapain."

"Itu alasan kamu kemarin."

Thalea terdiam mendengarnya.

"I–itu...." Ia tampak gugup.

"Sudah! Saya kasih keringanan untuk hari ini. Tapi kalau besok tidak berubah, jangan harap bisa ditoleransi lagi." Bu Safira memotong.

"Hmm...," gumam Thalea dengan tidak sopan.

Bu Safira mengernyit, "Tapi jangan seneng dulu. Kamu akan dapat tugas tambahan dari saya. Paham?!"

Mata Thalea membulat tak karuan.

"Sekarang silakan keluar, dan masuk kelas."

"Loh, Bu?"

"Keluar."

Thalea mendengus, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan Bu Safira dengan ekspresi wajah kesal.

Ini gara-gara cowok tadi. Seandainya tadi dia bukain gerbang, mungkin gak akan kayak gini! cewek itu membatin.

(^-^)

"Ngape, lo?"

Yang bertanya itu, bernama Agisya Meldawanti, biasa dipanggil Agis. Cewek paling bobrok, dan tidak bisa diatur sebelum Thalea. Kebanyakan orang salfok dengan nama panggilannya yang seperti laki-laki.

"Au. Muka lo kayak emak-emak belom dapet duit."

Dan yang ini, namanya Ellena Shakila Sebutannya bebas, asalkan jangan sebut dia milikmu.

Padahal Thalea baru bersekolah dua hari. Namun memang beginilah kepribadian Thalea. Mudah akrab dengan siapa saja asalkan satu frekuensi dengannya.

Yaitu sama-sama sinting.

"Kalo ditanya itu jawab, Maemunah!" pekik Agis kesal.

"Anjing. Gue lagi mumet, ditambah mumet. Berisik lo pada!" Thalea jengah.

"Mumet kenapa, sih? Gara-gara tadi?" tanya Ellena alias Ellen.

Thalea mengangguk malas.

"Thalea, Thalea. Masih untung yang tau lo telat cuma Bu Safira. Coba kalo Pak Kusman? Pasti lo dijadiin sarapan sama dia." Agis tertawa di akhir ucapannya.

"Dan semua ini gara-gara cowok nyebelin itu! Emang sialan, tuh, cowok," geram Thalea.

Agis dan Ellen sama-sama menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Di SMA Trisakti, cowok itu bejibun. Cowok yang mana maksud lo?" tanya Ellen kemudian.

"Itu, loh. Yang cupu, gak menarik, dan yang mukanya ngeselin," jawab Thalea.

Agis tertawa, "Lo nyebutin ciri-ciri, atau ngehina? Yang mukanya ngeselin itu gimana, coba?"

"Kayak...."

"Kayak...."

"Kayak gitu!" Thalea menunjukkan jari telunjuknya pada seorang cowok yang membawa mangkuk makanannya yang tampak baru terduduk.

Mata Agis dan Ellen tertuju pada yang diarahkan oleh Thalea. Mereka berdua terbelalak kaget menyadari siapa yang ditunjuk Lea.

"Kalo seandainya emang dia yang lo maksud, mending lo maafin dan lupain," usul Ellen.

Thalea menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa? Dia badboy di sini? Atau most wanted? Ketua geng?"

Agis menggeleng cepat, "Bukan... Dia gak lebih dari seorang ketua OSIS. Tapi yang jelas, dia paling gak suka anak-anak bandel kayak kita."

"Namanya Gelvan."

-To Be Continued-

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang