"Mending lo pulang aja, Mit."
Mita mematung begitu mendengarnya.
"H–hah?" tanya Mita masih tidak percaya.
"Lo pulang aja, Mita. Gue bisa sendiri," balas Gelvan kemudian.
Tiba-tiba keduanya dibuat sedikit terkejut ketika melihat Thalea berdiri.
"Mau ke mana?" tanya Gelvan dingin.
Thalea mendengus, "Cabut. Gak ada faedahnya liat orang pacaran."
"Jangan banyak omong. Duduk."
"Ck...." Thalea berdecak kesal sembari kembali ke tempat duduknya.
"Lo yakin gak apa-apa kalo gue pergi?" Mita bertanya pada Gelvan.
Tidak tahu harus menjawab apa, Gelvan hanya mengangguk pelan sebagai respons.
"Oke. Gue pergi. Tapi kalo lo butuh temen, telepon gue aja, ya?" ucap Mita yang lagi-lagi hanya direspons Gelvan dengan anggukan saja.
(^-^)
"Sekarang kita ke lapangan. Belajar baris-berbaris," ucap Gelvan seraya membereskan buku-bukunya.
Mata Thalea membulat, "Siang-siang gini mau ke lapangan? Lo sinting? Gue pake hoodie, bangke."
"Salah lo sendiri."
"Ngapa jadi gue? Lo yang harusnya ngasih tau dari awal!"
"Seharusnya lo inisiatif."
Thalea tampak geram. Ia sangat ingin menghancurkan dan mencabik-cabik wajah Gelvan sekarang juga. Sudahlah. Debat dengan Gelvan memang tidak akan pernah bisa menang.
Sampailah mereka berdua di lapangan yang terlihat kosong sejauh mata memandang. Hanya ada beberapa petugas kebersihan sekolah yang lalu-lalang.
"Gue nyuruh lo baris-berbaris. Bukan diem."
Thalea mendelik horor. "Ya makanya bantuin, setan! Lo, sih, enak di situ gak panas. Lah, gue?! Udah kayak dipanggang, gak tau apa-apa, lagi. Sini, gak?!"
Setelah menghampiri Thalea yang sedang mengamuk, Gelvan mulai memeragakan beberapa gerakan baris-berbaris.
Walau jujur, Thalea sedikit terkagum dengan cowok ini. Badannya yang tegap, serta look-nya yang sama sekali tidak mengganggu mata, terlebih dalam situasi seperti ini.
Tapi ingat. Hanya sedikit. SE-DI-KIT.
Setelah kegiatan yang menyiksa sudah selesai sekitar pukul tiga sore, Gelvan mengentikan laju motornya depan gerbang saat melihat Thalea berjalan untuk pulang.
"Gue gak mau dianterin lo. Cabut, sana," ketusnya pada Gelvan.
Tanpa merespons apa pun, Gelvan memberikan laptopnya yang tadi pada Thalea yang terlihat kebingungan.
"Lo tulis ulang yang tadi di laptop ini. Besok gue mau liat hasilnya."
Setelah mengucapkan itu, Gelvan bergegas pergi dengan motornya meninggalkan Thalea yang tampak... apa, ya? Saking kesalnya, Thalea sampai tidak bisa mendeskripsikan sikap menyebalkan cowok satu ini.
Gelvan betul-betul menguji kesabarannya hari ini. Untuk apa tadi ia susah-susah mencatat, jika ujung-ujungnya di laptop juga? Kurang ajar emang.
(^-^)
Sekarang ini, kedua kelompok sedang bertatapan di tengah hujan yang mengguyur deras.
Ralat. Bukan bertatapan. Tapi baku hantam.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...