32

417 40 0
                                    

Begitu selesai melakukan apa yang Gelvan perintahkan, Thalea memberikan hasil tulisannya yang diselesaikan dalam waktu yang benar-benar hanya satu jam itu.

Namun Gelvan hanya memeriksanya sebentar saja. Cowok itu bangun dari duduknya, lalu memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"Kok lo beres-beres? Cerpen gue gimana?" bingung Thalea.

"Nanti gue periksa."

Thalea berdecak, "Ngomong, kek, dari tadi! Gue juga mau balik!"

Cewek itu pun membereskan beberapa barangnya tepat di samping Gelvan yang juga tengah merapikan buku dan laptopnya.

Setelah selesai, Thalea menggendong tasnya dengan buru-buru seperti orang dikejar rentenir.

Entah karena tergesa-gesa, atau memang sudah takdir, cewek itu tersandung dan menabrak Gelvan yang berada di depannya.

Bukannya menyangga, Gelvan malah ikut terjatuh hingga posisi akhir mereka yang cukup gila.

Ralat. Sangat gila. Bagaimana tidak? Badan tegap Gelvan menjadi tumpuan tubuh Thalea yang berada di atasnya.

Jangan tanyakan bagaimana ekspresi mereka berdua saat ini. Jelas saja saling bertatapan dengan degup jantung yang berdebar pastinya.

Wajah keduanya benar-benar tak dijelaskan dengan kata-kata. Kaku. Itulah yang dirasakan mereka berdua saat ini. Yang tau perasaan masing-masing, ya mereka sendiri. Namun mata bisa memberitahunya.

Entah berapa detik kemudian, Gelvan mendorong Thalea asal tanpa memedulikan cewek itu.

Ia pergi dengan wajahnya yang datar, sementara Thalea yang masih terbengong di tempatnya.

"Bukannya kalo di film-film, ceweknya yang suka cabut duluan?" gumam Thalea.

(^-^)

"Akhirnya... Rumahku istanaku!" pekik Thalea seraya melemparkan tasnya asal sedangkan tubuhnya yang terbaring di kursi dengan penuh kenyamanan.

"Bagus! Pulang-pulang bukannya mandi malah tiduran... Mandi sana!" titah Linda.

"Aduh, Tan... Bentar dulu, ngapa. Diriku ini lelah, tau," balas Thalea sok puitis.

"Apalagi diriku yang selalu melihatmu malas-malasan tiap hari! Mandi, atau nanti malem gak makan!"

"Buset. Nanti kurus, dong?"

"THALEA!"

"Iya-iya."

Karena sudah dibilang bahwa Thalea anak yang berbakti, ia tidak benar-benar mandi setelahnya. Malah pergi ke kamar, dan melanjutkan aktivitas rebahan syantik-nya.

Dalam kamarnya, cewek itu meregangkan otot-ototnya yang sudah pegal setengah mati. Terlebih lagi matanya yang agak kabur saat ini, gara-gara menatap layar laptop satu jam penuh tadi.

"Emang tai, lu, Budek. Jadi pegel semua badan gue," umpatnya.

Thalea mengambil ponselnya, dan terkejut saat melihat wajah menyebalkan Gelvan di layar ponselnya itu.

Apa lagi? Langsung dilemparnya ponsel yang tidak terlalu mahal itu ke sembarang arah. Untung saja ia lempar ke kasur.

"Oke... Jangan gila, Thal. Tenang...." Thalea merilekskan pikirannya yang sudah pasti sedang halusinasi itu.

"Anjing emang, tuh, cowok. Gak di sekolah, gak di layar HP, nyusahin mulu kerjaannya. Setan."

"Astagfirullah... Gak boleh ngomong kasar. Tapi dia emang setan."

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang