"Makasih, ya, udah nemenin gue, Gelvan."
Nina melirik ke arah cowok putih nan tinggi di sampingnya ini. Gelvan menoleh pada wanita yang tersenyum padanya itu lalu mengangguk kecil.
"Sama-sama. Gue juga senggang, kok," ujar cowok itu kemudian.
Nina tersenyum mendengarnya. Rasanya baru kemarin ia dan Gelvan masih berbicara 'saya-kamu'. Tapi sekarang gaya berbicara Gelvan lebih santai, tentunya atas permintaan Nina.
Ya, semenjak bertemu di sekolah waktu itu, keduanya jadi sering bertemu. Entah di luar, atau pun di sekolah. Alhasil kedekatan ini terjalin.
Kemudian Nina mengambil beberapa jepit rambut dengan motif tengkorak kecil di bagian atasnya.
Melihatnya, Gelvan sedikit kebingungan. Ya walaupun ia dan Nina baru kenal beberapa hari ini, tapi Gelvan sudah mulai tahu apa yang disukai dan tidak disukai Nina. Tapi ia baru tahu wanita yang tampak dewasa di sampingnya ini suka barang-barang begini.
"Ternyata lo suka yang gini, ya," ucap Gelvan. Nina mendelik lalu tertawa, "Oh... Ini bukan buat gue. Buat adek gue. Dia akhir-akhir ini murung terus, ya kali aja kalo dikasih hadiah dia bisa lebih baik."
Gelvan mengangguk paham. Sungguh Kakak yang pengertian. Nina hendak memberikan hadiah pada adiknya yang sedang bersedih.
Berbeda dengan dirinya. Terkadang Jessie berbicara pun tidak ia didengar. Apalagi memberikan gadis itu hadiah.
Melihat-lihat lagi jepit rambut yang digenggam Nina saat ini, Gelvan tiba-tiba tertawa. Aneh... Sosok Thalea Aqeela muncul di pikirannya tiba-tiba.
"Gue gak nyangka ada yang suka beginian selain Thalea."
Mendengar itu, sontak Nina menoleh pada Gelvan dengan agak terkejut. "Lo kenal adek gue?"
Sama terkejutnya dengan Nina, Gelvan pun ikut menoleh ke arah wanita itu. "Thalea adek lo?"
Untuk beberapa detik, keduanya saling menatap. Namun berbeda dengan Gelvan yang masih terlihat bingung, tatapan Nina justru mengandung arti lain. Tatapannya seperti....
tertarik.
Kemeja putih, dipadu dengan celana panjang berwarna senada serta jam tangan yang terpasang di lengan kiri Gelvan, membuat cowok itu tak terlihat seperti anak SMA.
Haha. Wajar saja Nina memanggilnya 'Kak' saat pertama kali bertemu di supermarket waktu itu.
Setelah mengalihkan wajahnya yang sedikit memerah, Nina menaruh kembali jepit yang tadi dibawanya lalu kembali menatap Gelvan.
"Thalea udah gede. Kayaknya gak butuh barang-barang beginian," lontar Nina.
"Sebagai gantinya, gimana kalo lo temenin gue makan-makan?" lanjut wanita itu.
Gelvan mengernyit. Ia jadi bingung. Malam-malam begini Nina mengajaknya keluar, untuk membeli hadiah yang ternyata dibatalkan dan berujung makan malam?
"Gue traktir, kok. Gak ada penolakan, ya."
(^-^)
Bruk!Suara itu jelas terdengar saat seorang siswi jatuh tersungkur tatkala pundaknya tidak sengaja menabrak dada bidang milik Axel.
Axel mengangkat sebelah alisnya saat menyadari bahwa yang menabraknya barusan adalah teman sekelasnya. Della.
"M–maaf," cicit Della pelan. Jelas terlihat sekali bahwa cewek itu sangat ketakutan pada Axel.
Aneh. Biasanya Della tidak seperti ini.
"Lo kenapa?" bingung Axel.
"Gak apa-apa. Gue pergi dulu. Maaf soal yang barusan."
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...