14

438 52 0
                                    

"SIAPA YANG NYIMPEN GELAS DI SINI?!!"

Suara teriakan itu menggema di se-isi rumah sederhana milik Thalea. Suara itu terdengar kian nyaring karena memang sudah malam.

Thalea yang sedang duduk di kursi hanya menoleh kecil, lalu kembali menonton televisi bersama Herman.

Kesal, Linda akhirnya membereskan sisa pecahan gelas itu dan pergi ke dapur untuk membuang sampahnya.

"Om," bisik Thalea.

"Hm?"

Thalea terdiam ketika melihat Linda datang.

"Ada apa, Lea?" tanya Herman.

"H–hah? Ada apa apa maksudnya? Emang aku ngomong apaan?" Thalea pura-pura bodoh.

Sementara sebelah alis sang Om terangkat karenanya.

(^-^)

"Om."

Herman menoleh kaget, "Astaga. Kirain siapa. Ngapain kamu bangun subuh-subuh gini?"

"Lah? Om lupa? Aku, kan, mau ikut Om narik."

"Kamu beneran mau ikut?"

"Udah, ah. Ayo cepetan! Keburu Tante bangun. Bisa abis aku."

Ini memang sudah kebiasaan Herman setiap jam empat pagi untuk mencari nafkah dengan menjadi supir angkot. Yang tidak biasa kali ini, adalah ikut sertanya sang keponakan.

Berjam-jam sudah berlalu. Sungguh akhir pekan yang tidak mudah bagi seorang Thalea Aqeela.

Dalam perhentiannya, Thalea sempat mencuri-curi kesempatan untuk menghitung hasil jerih payahnya hari ini.

Lumayan banyak. Tapi tentu saja belum cukup untuk menebus biaya perbaikan ponselnya.

Pada malamnya, Thalea tengah mencari-cari sesuatu dalam lemari.

Ternyata yang cewek itu cari adalah sebuah celengan berbentuk... tidak. Bukan berbentuk ayam apalagi hello kitty.

Melainkan bentuk tong, terbuat dari plastik dan yang biasa dijual di warung-warung kecil. Harganya pun tidak lebih dari sepuluh ribu.

Ia membelah celengan itu menggunakan cutter miliknya, dan terpampanglah berbagai uang receh, beserta uang kertas yang sangat banyak.

Tadinya Thalea ingin menggunakan tabungan itu untuk persiapan pernikahannya bersama Park Chanyeol.

Namun apa boleh buat? Selain keadaan yang memaksanya begini, karena gak mungkin juga.

"Cukup, lah, buat nebus HP ke si Yudi."

(^-^)

"Sim... Kasim," panggilnya pada konter milik Wahyu.

"Eh... Lo yang waktu itu. Ngapain?"

"Berak... Pake nanya, lagi. Nagih HP, lah. Mana?"

"Selow, sistur... Mana duitnya?"

Thalea merogoh sakunya, "Duit aja cepet. Nih."

Wahyu membelalakkan matanya saat melihat berbagai uang recehan berserakan pada meja kacanya.

"Banyak amat koinnya. Lo kata gue mesin boneka?"

"Banyak ngomong lo, bangsat. Mana HP gue?" jengah cewek itu.

"Ya udah bentar. Gue hitung dulu. Siapa tau–"

"Jangan sembarangan. Gini-gini pun gue gak pernah bohong. Cepet mana HP gue?! Jangan sampe gue ambil burung lo!" ancamnya.

Wahyu sontak memegangi area privatnya, lalu pergi ke belakang untuk mengambil ponsel milik Thalea.

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang