54

389 30 0
                                    

Malam harinya, Thalea dan Nina pergi ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan yang diperintahkan Linda. Sementara sang Kakak yang tampak biasa-biasa saja, Thalea terlihat memasang ekspresi kusut dan tak senang di mukanya.

Jelas saja. Belum dua puluh empat jam ia bersama Bundanya, sudah disuruh ini itu. Padahal ingin sekali ia berlama-lama dan menghabiskan waktu bersama setelah sekian tahun tak bertemu.

Melihat sang adik mendorong troli belanjaan dengan lesu, Nina menghela napasnya panjang sambil tersenyum.

"Muka lo benerin dulu. Gak malu cemberut diliat orang?" ucap Nina.

Thalea yang mendengar itu hanya bisa menatap wajah kakaknya itu dengan datar, "Malesin tau, Kak. Kalo gue gak ikut belanja gak apa-apa?"

Mendengarnya, Nina tersenyum hangat dan membuat Thalea lega walaupun sang kakak belum menjawab. Karena cewek itu yakin Nina pasti membolehkannya.

"Gak. Lo bantuin gue biar cepet kelar."

Kini ekspresi Nina berubah datar, bahkan cenderung menyeramkan. Thalea yang melihatnya saja langsung bergidik ngeri.

Nina berbalik badan, dan membaca catatan semua barang-barang yang ingin dibeli. Beberapa kali ia menoleh pada catatannya dan rak-rak besar yang bersusun beberapa barang bergantian.

Thalea menghela napas. Sepertinya ini akan menjadi jam-jam yang sangat membosankan baginya. Tapi tiba-tiba satu ide muncul di kepalanya.

Melihat Nina yang terlihat sibuk sendiri, Thalea tersenyum miring dan perlahan-lahan mulai meninggalkan sang kakak dengan melangkah mundur.

Sementara Nina, wanita itu masih saja fokus pada catatan belanjaannya. Sampai ia membaca satu barang.

"Sabun," gumamnya. "Kayaknya gak ada rak ini," lanjut Nina.

"Lea, kita ke rak sebelah...."

Ucapannya tergantung begitu saja ketika menoleh ke belakang, dan hanya menampakan troli saja, namun tidak dengan Thalea.

Sempat celingak-celinguk bingung, terdengar suara nada dering ponselnya yang membuat Nina memfokuskan diri pada ponselnya.

Lea
Kak, gue cabut ya. Bosen, hehe.

Membacanya saja membuat Nina ingin berteriak seketika. Bisa-bisanya gadis itu. Namun lagi-lagi Nina hanya bisa pasrah menatap pesan itu.

Terlalu fokus pada layar ponselnya, Nina tak sadar ada seorang pria yang juga tengah bermain ponsel di belakangnya.

Pria itu menabrak troli belanjaannya yang ditinggalkan di tengah-tengah oleh Thalea tadi. Sontak Nina menoleh dan terlihat gelagapan.

"Eh, maaf, Kak. Saya teledor," lontar Nina merasa bersalah sekaligus malu.

Pria itu mengangguk kecil, "Gak apa-apa, Dek."

Pria berpakaian serba hitam itu pun melenggang begitu saja meninggalkan Nina yang bermonolog sendiri.

Ingin sekali wanita itu mengutuk dirinya sendiri saling malunya. Gara-gara Thalea, Nina harus mengalami kejadian memalukan ini.

(^-^)

Entah sudah berapa helai rambut di kepalanya yang sudah hitung sedari tadi. Ya. Cewek itu menghitung rambutnya sendiri saking bosannya menunggu Nina selesai belanja.

Thalea yang sedang terduduk sontak berdiri tatkala melihat Nina yang baru keluar dari toko sambil menjinjing dua kantong plastik besar dengan susah payah.

Lantas cewek itu menghampiri sang kakak, dan memasang ekspresi malas. "Lo belanja buat setaun, ya? Lama amat. Gue bisa mati kebosenan tau, gak?"

Nina membuang napasnya pelan, "Maap." Tentu saja kata maaf itu hanya sarkas. Ia sudah kesusahan belanja, belum lagi rasa malu akibat kejadian dengan pria tadi, dan sekarang yang Nina dapat hanyalah keluhan dari adik yang seharusnya membantunya belanja tadi. Apa Thalea bahkan bisa disebut seorang adik?

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang