52

373 32 0
                                    

Manda yang melihat perdebatan Linda dan Herman ini hanya bisa tertawa kecil.

"Udah, Mbak. Aku gak apa-apa, kok," ujar Manda tenang.

"Terus perban yang kamu pake ini apa? Hiasan? Luka-luka ini gak bisa dianggap enteng, Manda!" Linda tampak cemas.

Manda tersenyum, "Luka aku yang sebenarnya udah sembuh, kok. Luka karena pengin ketemu sama anak cantikku satu ini."

Manda memegangi dan mengelus-elus tangan Thalea yang duduk di sampingnya. Cewek itu pun tersenyum dan balas memegang tangan sang Bunda.

"Syukurlah... Mbak seneng dengernya. Tapi sekarang suamimu gimana? Udah meninggal?" celetuk Linda.

Herman menyenggol bahu sang istri dan berbisik, "Gak boleh gitu!"

Manda tertawa, "Entahlah. Mungkin dia sekarang lagi kelimpungan nyariin aku sambil ngamuk-ngamuk. Tapi udahlah. Aku udah lelah. Toh aku pun mau cerai sama dia."

Mata Herman dan Linda membulat mendengar itu.

"Kamu ini! Mbak dukung seratus persen rencana itu, tapi ngomonginnya jangan depan anak-anakmu, dong!"

Tanpa menjawab, Manda malah tersenyum dan mendelik ke arah Thalea dan Nina.

"Gak apa-apa, kok. Kami juga dukung keputusan Bunda," kata Thalea.

"Iya. Gak ada gunanya mempertahankan rumah tangga yang gak sehat. Kami udah bisa mengerti, kok." Nina menambahkan.

"Betul. Tapi dia tetep Ayah kalian berdua. Om tau kalian pasti ngerti cara bersikap pada seorang Ayah walaupun udah pisah sama Bunda kalian. Iya, kan?" ucap Herman, Thalea dan Nina mengangguk paham.

"Tapi Mbak gak ngerti. Gimana bisa kamu ketemu Nina malem itu?" tanya Linda pada adiknya itu.

"Aku ketemu Nina di depan hotel deket sini. Aku lagi lari dan gak sengaja nabrak dia," jawab Manda.

Linda tampak mengangguk kecil, "Eh iya. Coba geser dikit, Dek. Mbak mau duduk deket Thalea."

Kemudian Linda duduk di samping Thalea, dan menjewer telinga cewek itu sampai ia berteriak kesakitan.

"SUBUH-SUBUH KELUAR GAK BILANG-BILANG SAMPE ORANG RUMAH PANIK NYARIIN! BAGUS!"

Thalea meringis, "AMPUN, TAN! AMPUUUUUUNNN!!"

(^-^)

Pagi ini, Lio dibuat bingung oleh Vicky——salah satu anggota Scorpion——karena mengajaknya bertemu di markas.

Tapi yang aneh, setelah datang, Lio tak hanya melihat Vicky di sana. Namun juga beberapa anggota lain yang berdiri di belakang.

"Ada apa ini, Ky?" bingung Lio.

Tak menjawab, Vicky malah melepaskan jaket keanggotaan Scorpion yang ia pakai dan memberikannya kepada Lio yang masih kebingungan.

"Apa maksudnya ini?" Lio tak mengerti.

"Kami mau out dari Scorpion." Vicky akhirnya menjawab.

Tunggu. Omong kosong apa ini? Pagi-pagi Vicky menyuruhnya bertemu, hanya untuk ini? Konyol.

"Kenapa?" tanya Lio.

"Kami gak mau terlibat geng kriminal ini lagi," jawab Vicky.

Bukannya marah, Lio malah semakin tersadarkan untuk mempertahankan Vicky dan yang lainnya ini. Bagaimana pun Scorpion tidak bisa bubar begitu saja, apalagi dengan cara begini.

"Lo tau, kan, Scorpion udah gak kayak dulu lagi?" lontar Lio, berharap Vicky terbujuk.

Tapi Vicky malah tertawa kecil, "Gak kayak dulu? Justru gue mau Scorpion yang kayak dulu. Solid, saling bantu... Tapi semuanya berubah sejak kejadian itu."

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang