Gelvan yang sedang terduduk santai di sofa pun dibuat tak enak diam saat melihat Jessie baru saja keluar kamarnya, dan duduk di lantai sembari membawa beberapa buku-buku menggambar.
"Kak! Kita mewarnai, yuk!" ajak gadis itu semangat.
"Gak bisa."
"Kok gak bisa?"
Gelvan mendengus, "Sibuk."
"Ayo, dong... sebentaaaarrr aja. Ya?" pinta Jessie yang masih tidak digubris oleh Gelvan sama sekali.
Merasa diacuhkan, Jessie berdiri dan duduk di samping sang Kakak sambil melihat ponsel yang sedang dimainkan Gelvan dengan kepo.
Cowok itu merasakan adiknya memperhatikan apa yang ia lakukan.
Gelvan pun gerah. Ia menengok pada Jessie yang memasang raut wajah polosnya.
"Ya? Kakak mau mewarnai bareng Jessie, kan?" Jessie tidak menyerah.
"Dibilang gak bisa, ya, gak bisa." Gelvan bersikukuh.
"Sebentar aja, Kak." Jessie menarik tangan Gelvan agar ikut terduduk di lantai.
Namun ada yang aneh. Gelvan bisa saja menolak, dan pergi begitu saja.
Tapi tidak sekarang. Saat ini cowok itu tampak pasrah. Tidak menolak, dan tidak bersemangat. Datar-datar saja.
"Menurut Kakak, gambar ini bagusnya warna apa?" tanya Jessie dengan menunjukkan sebuah gambar apel dalam bukunya.
"Terserah."
Jessie cemberut. Gadis itu harus memikirkan seribu cara agar Kakaknya ini mau meresponsnya. Atau tidak, sekadar tersenyum.
"Kakak aja yang warnain, ya?"
Alis Gelvan berkerut, "Kamu aja."
"Idiiiih... Kakak gak bisa mewarnai, kan? Bilang aja," ledek Jessie.
Sementara sang Kakak hanya bisa berekspresi kaget. Ia tidak menyangka jika Jessie akan mengatakan hal seperti tadi.
Padahal biasanya anak itu akan menjauh jika Gelvan sudah ketus seperti ini.
"Kakak lama, ah. Siniii." Jessie menuntun tangan Gelvan untuk memegang pensil warna itu untuk mulai mewarnai.
Gelvan membiarkan Jessie melakukan apa pun padanya. Gadis itu terlihat cekikikan kecil saat melihat hasil warna yang dilakukan Gelvan atas paksaan darinya.
"Yeayy!! Jadi, deh! Ya, walaupun gak terlalu rapi, sih. Tapi Jessie seneng banget bisa ditemenin Kakak!" girangnya langsung menatap Gelvan.
Di luar dugaan, Gelvan membalas ucapan Jessie dengan senyumannya. Ia tersenyum pada adiknya yang tengah kegirangan itu.
Namun sedetik kemudian, cowok itu tersadar dan membuang mukanya dari Jessie, dan beralih pada tangan gadis itu yang sedikit memar.
"Tangannya kenapa?" tanya Gelvan berusaha ketus.
Walaupun ia sering ketus pada Jessie, perasaan seorang Kakak pada adiknya pasti tidak dapat dihilangkan.
Reflek, Jessie melihat tangannya yang dilihat Gelvan, lalu menutupnya dengan tangan yang lain.
"B–bukan apa-apa, kok. Cuma jatoh aja kemarin."
(^-^)
Dengan senyumannya yang mengembang, Maudy sedang asyik-asyiknya memberi makan kedua kelincinya.
Namun aktivitasnya terhenti saat mendengar suara notifikasi dari ponselnya yang berada di atas ranjang.
Maudy memutar matanya malas ketika menyadari bahwa nomor menyebalkan itulah yang mengiriminya teks pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...