46

372 28 0
                                    

"Ada apa, sih, Mit? Tiba-tiba datang ke kelas gue?" tanya Thalea. Nada kesal terdengar jelas dalam pertanyaannya itu.

Sekarang ini, Thalea dan Kita sedang berjalan menuju ruang OSIS. Namun Thalea sendiri tak tahu apa tujuan Mita menghampirinya ke kelas, dan mengajaknya ke sini.

"Eh, sorry. Tadi gue gak fokus. Lo nanya apa?" Mita balik bertanya.

Thalea membuang napas gusar tanpa menjawab perkataan Mita barusan.

"Oh, iya. Gue ajak lo ke ruang OSIS karena ada tugas buat lo. Tulis program kerja yang gak terlaksana bulan ini. Oke?"

Itu yang tadi gue tanyain, tolol, sungut Thalea dalam hati.

Thalea mendengus, "Ck. Gak bisa nanti apa?"

"Gak bisa, Thal. Waktunya mepet. Gue harus bikin laporannya sekarang juga. Dan itu tugas lo sebagai sekretaris."

Thalea memutar bola matanya malas. Mau tak mau ia harus menuruti semua keribetan duniawi ini. Karena jika tidak, Mita akan melaporkannya pada Bu Safira dan keadaan pasti akan menjadi lebih runyam.

Dan semuanya ditambah runyam lagi tatkala Thalea sampai di ruang OSIS, dan melihat Gelvan sedang duduk mengerjakan sesuatu pada laptopnya.

"Gelvan?"

Panggilan Mita tersebut kontan membuat Gelvan menoleh. Namun bukannya menatap orang yang memanggilnya, pandangan Gelvan malah tertuju pada Thalea yang juga sedang menatapnya.

"Kok lo di sini? Gak di kelas emang?" tanya Mita yang membuat Gelvan dan Thalea tersadar dan membuang mukanya masing-masing.

"Oh, iya, Thal. Lo tulis tugas lo di sini, ya. Gue udah izin ke guru yang ngajar kelas lo hari ini supaya lo bisa ke sini," jelas Mita.

"Kok lo gak nanya gue dulu? Gue, kan, jadi harus ngerjain tugas tambahan," balas Thalea.

Mita mengangkat kedua bahunya, "Ya... Itu, sih, terserah lo."

Cih. Bahkan pola pikirnya pun sama kayak si Budek, umpat Thalea dalam hatinya.

"Van... Ini. Gue bawain minum buat lo." Mita menyodorkan sebotol minuman bersoda pada Gelvan.

Melihatnya, Thalea mengangkat sebelah alisnya berekspresi angkuh.

"Lo yakin gak tau Gelvan di sini? Bahkan sampe bawain dia minuman segala," cibir Thalea.

"T–tadinya ini buat gue, kok," jawab Mita.

Thalea mengernyit, "Oh ya? Lo se-haus itu sampe beli dua botol?"

Sebenarnya Thalea sudah tahu Mita membawa kedua botol minuman itu sedari tadi. Hanya saja ia mengabaikannya karena tidak tahu apa tujuan Mita membawa dua.

Namun kini, Thalea tahu.

Menyadari Mita gelagapan dan Gelvan yang masih terdiam, Thalea tertawa kecil lalu duduk di kursinya.

"Ya udah... Abaikan aja gue. Gak usah dijawab." Thalea tersenyum geli sambil geleng-geleng lalu menulis apa yang diperintahkan Mita tadi.

Tapi tiba-tiba saja Gelvan mengambil kaleng minuman dari tangan Mita yang membuat cewek itu sedikit terkejut.

"Thank you."

Mita tak bisa berkata-kata lagi. Perkataan barusan itu tidak seperti ucapan dingin Gelvan yang biasanya. Kali ini cowok itu mengucapkannya dengan senyuman.

Gelvan tertawa, "Kok malah diem? Thank you, Mita."

"Hah? I–iya sama-sama." Mita tersadar.

Sekali lagi, Thalea hanya tertawa pelan melihatnya, "Syuting film apa ini."

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang