8

569 82 0
                                    

"Lo pada gak akan bantuin gue mikir biar gak masuk OSIS, gitu?"

Ellen mengangkat bahunya, "Kalo Bu Safira yang bertindak, sih, gue gak bisa ngapa-ngapain."

"Ya udah, sih, terima aja. Lagian apa buruknya jadi OSIS?" enteng Agis.

"Moncong lo itu. Nyantai banget lo ngomong kayak ayam berak! OSIS itu neraka buat gue tau, gak?" kesal Thalea.

Akhirnya ketiga cewek itu berpikir kerazzzz agar masuknya Thalea ke dalam organisasi penyiksaan itu batal.

Lalu Thalea menjentikkan jarinya. "Gue tau. Gue gak akan masuk OSIS, kalo kertas pendaftaran itu hilang dari muka bumi."

Kemudian Thalea merebut kertas yang dipegang Ellen, mengambil minuman milik Agis, dan menyiramkannya pada kertas pendaftaran OSIS itu.

Lalu dibuangnya kertas itu. Jelas saja kedua temannya itu dibuat kaget. Terlebih lagi Agis. Minumannya ludes dihabiskan Thalea untuk menyiram kertas agar tidak bisa terbaca lagi.

"Entar gue ganti," santainya sadar ekspresi Agis.

(^-^)

Setelah selesai makan malam, Thalea tidak langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia hanya memainkan ponselnya di kursi.

Merasa tenggorokannya kering, cewek itu beranjak dan hendak pergi ke dapur. Tapi kakinya tidak sengaja menyenggol meja, dan tentunya membuat gelas yang berada di pinggiran meja itu terjatuh, lalu pecah.

Thalea terbelalak, "Mati, gue."

Ini adalah mimpi terburuk sepanjang hidupnya. Bisa gawat jika Linda yang sedang mengobrol dengan Herman di luar mendengar suara gelas pecah ini.

"THALEAAA!!"

Ya. Dengan ini, Thalea sudah menyiapkan raga dan mentalnya untuk menghadapi ocehan sang Tante.

Begitu datang, Linda membulatkan matanya melihat gelas yang sudah hancur berkeping-keping. Tak lupa dengan lantai yang basah.

"Jalan itu pake mata! Bukan pake lubang pantat!" omel Linda.

"Emang jalan pake lubang pantat gimana, Tan?"

Linda yang sedang membersihkan pecahan gelas itu mendelik, "Jawab aja teros."

"Iya-iya, maaf. Sini aku bantuin." Walaupun Thalea sempat cengengesan, cewek itu ikut jongkok dan memungut pecahan itu di samping Linda.

"Thalea," panggil Linda.

Thalea menoleh, "Apa, Tan?"

"Tante mau kamu jujur."

Thalea mematung sebentar, "Ada bau-bau deep talk."

"Tante serius."

Cewek itu terkekeh kecil, "Ya udah... Apa?"

"Kamu bahagia, gak, sih, tinggal sama Tante?"

Jelas pertanyaan itu membuat Thalea terperanjat kaget. Ia kaget, mengapa Linda menanyakan hal ini tiba-tiba? Ada apa?

"Aku gak paham, ah, maksud Tante," alibinya.

"Tante tau kamu paham. Ya... Walaupun kamu gak pinter-pinter banget, kamu pasti paham pertanyaan sederhana Tante tadi," balas Linda disertai candaannya.

Thalea tertawa, "Iya. Tau. Aku, kan, gak se-pinter Kak Soraya."

Kini giliran Linda yang diam. Thalea pun ikut diam setelah mengatakannya. Cewek itu sadar akan candaannya yang terlewat batas dengan menyebutkan Soraya—anak Linda dan Herman yang sudah tiada akibat kecelakaan yang menimpanya.

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang