92

192 22 1
                                    

(Gelvan on Mulmed)

Bagi pengidap phobia perbucinan harap menjauh, ini tidak baik untuk kalian.

-

Hari-hari melelahkan itu terlewati sudah. Hari-hari di mana isi hati Gelvan dan Thalea selalu dihinggapi rasa takut jika mereka tidak akan menyelesaikan kasus kematian Zefan.

Dan saat dapat menyelesaikannya, rumor-rumor tak sedap mulai bermunculan di sekitar. Walaupun berusaha tidak peduli, ada kalanya mereka berpikir untuk menghentikan semua rumor yang ada.

Tapi kini... Keadaan menjadi betul-betul kembali normal. Tidak ada rumor aneh, dan tidak ada yang perlu dicemaskan lagi.

Publik seolah tak pernah mengenal siswa SMA Trisakti bernama Julian Stevanus, dan Lionel Mahardika.

Bahkan geng perusuh alias Griffin pun seakan sudah pasrah saja dengan kenyataan kasus ini. Mereka tidak berulah lagi pada Gelvan dan Thalea. Bahkan keduanya jarang mendengar kabar Griffin akhir-akhir ini.

Mungkin Griffin bubar juga? Entahlah.

"Pecel X dikurangi Seblak Y dibagi Cendol R...."

Dan... Ya. Ternyata semua ini berimbas baik pada Thalea. Buktinya, sekarang ia tengah mendengarkan penjelasan materi yang diberikan gurunya.

Tidak hanya itu, bahkan cewek yang lebih pemalas dari seekor koala itu pun dengan fokusnya menulis dan merangkum pelajaran yang ia dengarkan.

Karena dari kasus Zefan, ada salah satu pelajaran yang dapat Thalea ambil dan simpan dalam kepalanya.

Belajar dengan rajin agar tidak menjadi seorang psikopat seperti si onoh.

Tentu, pemandangan langka yang hanya terjadi seratus tahun sekali ini membuat Agis dan Ellen terkaget sampai ingin menendang Bu Sri yang sedang mengajar.

"Gis, demi apaan si Thalea belajar?" tanya Ellen, mengingat aktivitas Thalea di kelas biasanya hanya tidur, sambil memimpikan perut atletis milik Gelvan.

Agis menguap, "Halah palingan juga lagi bikin bola kusut."

"Enggak, bjir! Dia beneran nulis."

"Ya udah fix. Kita syukuran abis ini."

"Agis! Ellen! Kalian tidak mendengarkan saya?!" sentak Bu Sri tiba-tiba.

Agis tertawa, "Enggak, Bu hehe. Emang kenapa, ya?"

"Oh, enggak apa-apa, sih. Cuma mau bilang kamu dapet doorprize...."

"...HELOOO??!! Kalian tidak boleh mengabaikan penjelasan guru! Plis deh."

"Oke, Bu. Kami ngaku salah. Sekarang apa hukumannya?" Ellen sudah berserah diri.

"Pasrah sekali kalian. Baiklah...."

"AGIS, ELLEN, DAN THALEA PARGOY DI DEPAN SEKARANG JUGA!"

Thalea terbelalak, "Loh?! Kok saya juga kena, Bu?!"

"Suka-suka saya, dong. Saya gurunya. Kenapa? Gak suka?"

(^-^)

Dengan tatapan yang masih bingung, Agis dan Ellen tidak berhenti memandangi Thalea yang tengah terduduk sambil memakan makanannya.

Tapi satu lagi yang tidak biasa. Yaitu kebiasaan makan Thalea yang seperti babi
kelaparan, kini terlihat lebih seperti 'manusia'.

Kalau aja cicak bisa ngomong, mungkin dia akan bilang begini kali, ya, "Perubahan Thalea yang menggegerkan ini sampe harus bikin klarifikasi kayaknya."

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang