Sedang terduduk santai, Maudy membulatkan matanya begitu dirasanya sebuah earphone berhasil terpasang pada sebelah telinganya.
Saat menengok ke samping, ia melihat Axel tengah menatapnya dengan earphone menghiasi sebelah telinganya.
Sangat jelas. Mereka berdua memakai satu earphone yang sudah tidak diragukan adalah milik Axel.
"Lagunya enak, kan?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Axel itu mampu membuat Maudy gelagapan dan duduk lebih menjauh dari Axel hingga earphone-nya terlepas.
"Biasa aja," singkat Maudy berusaha cuek.
Axel menggeser posisi duduknya supaya lebih dekat dengan Maudy. "Terus yang luar biasa menurut lo itu kayak gimana?"
Maudy menyelipkan anak rambutnya. "Y-yang jelas bukan kayak lo."
"Makanya gue butuh lo di hidup gue. Supaya gue bisa lebih luar biasa. Sempurna, actually."
"Sempurna gak ditentuin sama seseorang. Pujian lo too much, Xel," sergah Maudy.
"Persis sama rasa suka gue ke lo. Too much." Axel menjawab.
Maudy menghela napas gusar, "Sumpah, ya. Ini kesekian kalinya gue ngehindar dari lo hari ini. Lo maunya apaan, sih?"
"Pertanyaan yang sebenernya lo pasti tau jawabannya...."
"Gue mau lo."
Maudy terdiam mendengarnya.
"Kurang jelas? Gue mau lo, Maudy Angelista."
"Tapi gue maunya lo pergi. Dan jangan balik lagi," balas Maudy.
"Perintah ditolak. Gue gak akan bisa, dan gak akan pernah mau pergi dari lo, Dy. Gue janji." Tatapan mata Axel sungguh menghipnotis Maudy untuk sesaat.
Maudy tepuk jidat, "Pilihannya dua. Lo yang pergi, atau gue yang pergi."
"Pilihannya dua. Lo pergi dan gue akan terus kejar, atau lo stay, dan gue pun akan stay."
Sudah. Maudy tidak kuat lagi. Jika terus berada di dekat Axel, ia bisa mengeluarkan emosi yang tidak terkendali dalam dirinya. Entah itu rasa marah, senang, atau bahkan sedih.
Cewek itu beranjak, dan menjauhi Axel yang lagi-lagi hanya dapat pasrah karena ditolak untuk ke-sejuta kalinya.
Kurang lebih setengah jam setelahnya, Thalea terlihat sedang memainkan ujung pulpennya di saat Pak Kusman yang terkenal sebagai guru paling mengerikan ini sedang menerangkan sebuah materi.
"Ada yang mau ditanyakan?" tanya Pak Kusman.
Siswi yang paling pintar dalam kelas Thalea--Intan--mengacungkan tangannya memberi isyarat pada Pak Kusman bahwa ia ingin bertanya. Tapi diabaikan oleh pria itu.
"Ya. Thalea." Malah nama itu yang Pak Kusman sebut.
Sontak yang pemilik nama pun hanya dapat pelanga-pelongo layaknya orang bodoh.
"Hah? Apa-apa? Apaan, Pak?" Thalea seperti orang yang baru bangun dari tidur.
"Makanya dengerin! Sekali lagi kamu ngelamun di jam pelajaran saya, nilai kamu akan saya kurangi...."
"Plus, Instagram kamu akan saya hack," sambung Pak Kusman yang terdengar sangat horor di telinga murid lain.
Tapi tentu tidak untuk seorang Thalea Aqeela.
"Silakan aja, Pak. Followers saya juga baru dua puluh," enteng cewek itu.
Ekspresi seakan mengajak perang milik Pak Kusman nampak terpasang pada wajah sangarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...