Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda, Jessie tengah terduduk di meja makan sendirian. Ya. Sendirian.
"Sayang... Kamu belum selesai makannya?" tanya Candra sembari mengancingkan jasnya.
Jessie menggeleng, "Belum. Papa mau ke mana malem-malem?"
"Papa sama Mama mau ke luar sebentar. Nanti kalo makannya udah selesai, Jessie langsung ke kamar, ya? Tapi jangan tidur dulu. Pokoknya tunggu sampe Mama Papa pulang, oke?"
"T–tapi Jessie takut," cicit gadis itu pelan.
Walau bagaimana pun, tidak dapat dipungkiri bahwa Jessie hanyalah seorang gadis kecil.
"Mama sama Papa cuma sebentar, kok. Lagian di sini, kan, ada Kak Gelvan. Ya? Gak apa-apa, kan?"
Walaupun sedikit berat hati, Jessie mengangguk mengiyakan perkataan sang Papa tersebut.
"Ya udah. Papa pergi dulu, ya? Udah ditungguin Mama di depan," pamit Candra sebelum mencium kening putri kecilnya itu, lalu pergi.
Tidak berselang lama, Gelvan turun dari kamarnya untuk mengambil minuman kalengnya yang berada di kulkas.
Jelas sekali cowok itu melihat sang adik yang sedang duduk sendirian, namun tidak ia hiraukan sama sekali.
"Kak," panggil Jessie.
"Kakak belum makan malem, ya? Makan bareng aku, yuk!" girang gadis itu.
"Gak laper."
Setelah mengatakan hal sesederhana itu, Gelvan pergi ke kamarnya dengan satu tangan memegang sebuah minuman kaleng.
Tapi tentu Jessie tidak akan menyerah begitu saja. Setelah melamun cukup lama, gadis itu mulai mengumpulkan nasi, dan beberapa lauk-pauk untuk diberikannya pada Gelvan.
Maka di sinilah Jessie sekarang. Tepat di depan pintu kamar sang Kakak yang tertutup rapat.
"Kakak... Kak," panggil Jessie seraya mengetuk.
Mendengar itu, Gelvan hanya bisa menghela napasnya gusar lalu membuka pintu kamarnya dengan ekspresi datar.
"Kenapa lagi, sih?" tanya Gelvan ketus.
Sedikit kasar memang untuk berbicara seperti itu pada anak berusia sembilan tahun.
"Jessie tau Kakak belum makan. Jessie juga tau Kakak gak pernah mau makan bareng Jessie. Tapi perut Kakak jangan sampe kosong, nanti sakit. Makan, ya?" Jessie menyodorkan sebuah piring berisi aneka ragam makanan.
"Gak usah sok perhatian. Pergi sana."
Gelvan menutup pintu kamarnya, lalu berbaring di kasurnya begitu saja tanpa memedulikan sang adik yang masih dalam keadaan cukup kaget.
Jessie menunduk. Ia menaruh piring makanan itu pada meja kecil yang sekadar hiasan di dekat kamar Kakaknya itu.
(^-^)
Pak Doni sedang mengerjakan sesuatu dalam laptopnya deh serius. Pria itu berniat akan menikmati jam istirahat dan keluar dari kelas IPS-2 alias kelas Thalea ini.
Tapi niat pria itu terhenti saat dilihatnya masih ada tiga orang siswi yang masih terduduk santai di dalam.
"Kok kalian masih di sini? Kan udah jam istirahat," cakap Pak Doni pada trio troublemaker itu.
Siapa lagi jika bukan Thalea, Agis, dan Ellen?
"Bentar lagi, Pak. Kami masih mau di sini, hehe," kekeh Agis.
"Bapak sendiri? Kok masih di sini?" timpal Thalea dengan bertanya.
"Masih ada yang harus dikerjakan di sini. Bentar lagi selesai, kok," balas Pak Doni.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...