(Axel on Mulmed)
-
"AAAA LIO-KU TERCINTA!! AKHIRNYA BALIK JUGA LO, SAYANG!!"
Suara Julian yang sangat menggelegar itu nyaris saja membangunkan beruang yang sedang hibernasi di hutan Amazon sana.
Apalagi Damar yang sedang duduk di samping Julian. Pendengaran cowok itu sampai mendengung akibat teriakan tidak berakhlak dari Julian barusan.
"Gue kangen sama lo, Liooooo!!" Julian memeluk Lio erat. "Lepasin, Panjul! Lo biasanya ngegoda si Axel. Mana anak itu?" ujar Lio.
"Palingan lagi sama si Feli. Maklum, baru pacaran." Damar menjawab dengan tak henti mengusap-usap telinganya sendiri.
Walaupun sempat terlihat bingung, Lio mengangguk paham setelahnya. Pandangan cowok itu beralih pada Gelvan yang nampak duduk sendirian di bangkunya seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Dari gue pergi sampe pulang lagi, muka lo kusut terus. Kenapa?" Lio beranjak dari posisinya semula, dan duduk bersama Gelvan meninggalkan Julian dan Damar yang kini tengah membicarakan tentang sinetron azab yang keduanya tonton semalam.
"Gak apa-apa. Oh, iya. Gimana turnamen lo? Menang?" tanya Gelvan seolah mengalihkan pembicaraan.
Sadar akan hal itu, Lio tersenyum kecil sambil merangkul pundak Gelvan. "Dari ekspresi lo, bukan ini yang mau lo obrolin."
Andai Lio tahu. Saat ini Gelvan tengah stres memikirkan Thalea. Pertengkaran kecilnya kemarin itu membuatnya tidak bisa tidur semalaman.
Ditambah lagi, jika diingat kembali, Gelvan-lah yang memulai pertengkaran itu. Tapi ia tidak sepenuhnya bersalah, bukan? Gaya bicara Thalea pada teman-temannya itu membuatnya merasa tak nyaman.
Tapi haruskah Gelvan dan Thalea saling diam seperti ini karena Gelvan merajuk? Gara-gara masalah sepele pula.
Ya, itu tidak sepadan. Tidak penting siapa yang bersalah di sini. Yang terpenting Gelvan harus mengucapkan kata 'maaf' pada pacarnya itu.
"Gue cabut dulu, ya."
Lio mengernyit, "Eh? Ke mana?"
Jelas saja Lio kebingungan. Gelvan yang murung, tiba-tiba melamun dan pamit begitu saja saat sudah tersadar.
"Ke kelas Thalea."
Keluar sudah Gelvan dari kelasnya. Kedua kakinya tidak berhenti untuk melangkah menuju ke keberadaan sang pacar.
Entah mengapa, rasanya mendiamkan Thalea seperti ini adalah suatu hal yang menyakitkan baginya. Juga, sangat tidak perlu rasanya bertengkar karena hal kecil.
Langkah Gelvan yang sudah mantap untuk menemui Thalea pun terhenti tatkala seseorang menarik dasinya dari pinggir hingga membuat tubuh tegap cowok itu bersandar pada dinding.
Dilihatnya Aura dengan ekspresi datarnya, serta tangan yang belum lepas dari dasi yang Gelvan kenakan.
"Hai," sapa Aura lembut, seraya menampilkan senyum indahnya.
Baiklah, itu bohong. Senyum Aura itu lebih mengerikan dibanding senyum seorang teman yang mau pinjam duit.
Gelvan menepis tangan Aura yang menarik dasinya. "Gue gak punya waktu buat lo."
Mendapat respons kasar seperti itu dari Gelvan, Aura menghapus senyum yang sempat terlihat di wajahnya tadi, menggantikannya dengan ekspresi tidak senang.
"Pasti lo mau nyamperin cewek aneh itu lagi, kan?" tanya Aura dengan nada angkuh.
"Siapa yang lo bilang aneh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...