23

469 48 0
                                    

Dengan santuy-nya, Thalea berjalan menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai sembari memegang camilannya.

Namun, jiwa santuy-nya langsung menghilang tatkala tiba-tiba Gelvan menabraknya dari belakang.

Alhasil camilan yang dipegang Thalea pun jatuh ke tanah berhamburan.

Tidak. Tidak ada permintaan maaf, atau apa pun dari Gelvan. Cowok itu berlalu saja seakan-akan tidak terjadi sesuatu.

Tentu saja Thalea tidak tinggal diam. Seraya mengepalkan kedua tangan, ia berjalan cepat ke arah Gelvan, berteriak,

"Budek! Sini, lo, bangsat!"

Persetan dengan orang lain yang mungkin saja—Tidak. Yang pasti mendengar teriakannya itu.

"Budek! Gak bosen-bosen lo cari ribut sama gue, ya?!" pekiknya, Gelvan masih santai saja seolah tidak ada yang bicara di dekatnya.

"Budek bangke!!"

"Apa, sayang?"

Thalea diam mematung. Matanya melotot, tatapannya sulit diartikan, dengan mulutnya yang agak terbuka.

Apa-apaan ini?! Apa cewek itu salah dengar? Sangat mustahil seorang Gelvan Ardhian mengatakan ini.

Setelah diam cukup lama, Thalea melangkah agar dapat lebih dekat dengan wajah Gelvan. Lalu....

Ia terbangun.

(^-^)

"Lo kenapa, Thal? Belom sarapan?" tanya Agis bingung melihat sahabatnya yang sedari tadi terdiam entah memikirkan apa.

Bego. Jelas saja Thalea memikirkan bagaimana bisa Gelvan masuk ke dalam mimpinya kemarin.

Ditambah lagi, cowok itu mengatakan sesuatu yang paling mustahil bagi Thalea, bahkan bagi Gelvan sendiri.

Ellen lalu meraba kening Thalea. "Pantesan. Panas."

"Bangsat. Gue gak gila, kali." Thalea tersadar.

"Abisnya... Jangan ngelamun si Gelvan mulu. Nanti cinta beneran tau rasa," tawa Ellen.

"Mulut lo, ya. Gue gak akan pernah cinta sama si Budek. Beneran, atau pun boongan. NA-JIS!" balas Thalea ngegas.

"Kalo di cerita-cerita, nih, ya, biasanya yang terlalu benci nanti jadi suka." Agis meledek.

"Cuih! Kebanyakan baca Wattpad, lo!" tukas Thalea.

"Udah, udah. Daripada bacot, mending lo berdua beliin kerupuk kesukaan gue di kantin, oke?" titah Thalea kemudian.

"Kerupuk di kantin itu banyak, Markonah! Yang mana?" tanya Agis tidak kalem.

"Yang... Yang...."

"Yang digoyang, digoyang, yang," potong Ellen seraya bergoyang-goyang tak jelas.

"Kena mental, lu, ya?" tawa Agis. Ellen hanya meresponsnya dengan kekeh-an kecil.

"Ah! Susah kalo dijelasin! Pokoknya yang kerupuknya digantung paling depan, oke? Gue kebelet," ucap Thalea disertai dengan alibinya.

"Digantung? Kayak status gue ke si dia, dong?" kata Ellen tertawa.

"Geli, anying," cibir Agis.

Setelah Agis dan Ellen pergi, Thalea hanya bergidik geli saat mengingat candaan Ellen tadi.

"Digantung? Kayak status gue ke si dia, dong?"

Sialan. Kata-katanya masih saja menempel di kepala Thalea yang membuat cewek itu semakin kegelian saja.

G E L V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang