"Baik, saya sudah tidak tau lagi harus berbuat apa pada kalian. Jadi, besok kalian bisa angkat kaki dari sekolah ini, ya?"
Ucapan Bu Safira yang barusan itu sontak membuat Gelvan terbelalak kaget. Tapi tidak dengan Thalea yang terduduk di sampingnya.
Cewek itu tampak santai-santai saja mendengarnya.
"Loh? Kenapa pada diam? Tadi kalian dengar, kan? Besok saya akan panggil orang tua kalian ke sini untuk mengurusi surat pengunduran diri kalian. Pihak sekolah pun tidak akan merasa rugi jika kehilangan dua murid seperti kalian ini," sambung Bu Safira.
"Bu...."
"Diam kamu. Semenjak ada kamu, Gelvan jadi ikut-ikutan bandel. Waktu kejadian di tengah lapangan, saya toleransi. Walaupun itu tidak bisa dibenarkan. Yang katanya kalian tidur bareng di rumah Gelvan, saya maafkan karena masih katanya. Dan belum sampai dua puluh empat jam, kalian sudah berbuat aneh-aneh di depan toilet perempuan? Sudah cukup saya dibuat stres sama kalian," beber Bu Safira kemudian, memotong perkataan Thalea barusan.
"Bu... Saya bisa jelasin," lontar Thalea.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Thalea. Semuanya sudah jelas, kan?"
"Jelas? Kabar yang Ibu bilang baru katanya, dan tiba-tiba beredar satu foto yang diambil entah sama siapa, itu yang Ibu bilang jelas? Seenggaknya izinkan Thalea untuk menjelaskan."
Thalea menoleh ke arah Gelvan kaget. Apa ini? Kali ini Gelvan berpihak padanya? Kata-kata yang keluar dari mulut Gelvan barusan sukses membuat ruangan seketika hening.
"Ya sudah. Silakan jelaskan, Thalea," kata Bu Safira.
Thalea membuang napasnya panjang, "Soal kejadian di lapangan waktu itu... ya. Saya ngaku. Tapi Gelvan gak tau apa-apa, Bu. Saya yang cium dia duluan."
"Dan tentang kabar kami tidur berdua di kamarnya Gelvan... itu pun bener. Ibu inget, kan, kalo sekolah kita ngadain program keindahan lingkungan gitu? Jadi anak-anak OSIS bikin banyak kerajinan di rumahnya Gelvan. Termasuk saya...."
"Tapi... Tapi karena saya males, saya cari cara untuk menghindar. Eh, malah kesasar di kamarnya Gelvan, dan ketiduran. Sampai kegiatan selesai pun saya belum bangun, bahkan sampe Gelvan masuk kamarnya pun dia gak tau kalau ada saya di situ karena gelap...."
"Tapi setelah kami sadar atas kehadiran satu sama lain, saya langsung pulang malam itu juga." Thalea menjelaskan dengan ekspresi yang masih datar-datar saja.
Sementara Gelvan sudah panas dingin, takut jika ia betul-betul akan dikeluarkan. Bahkan ketika Thalea menjelaskan tadi pun, pandangan matanya tak lepas dari wajah cewek itu.
"Lalu? Foto ini? Apa-apaan ini?" Bu Safira menunjukkan sebuah foto yang berisikan gambar Gelvan dan Thalea sedang berhadapan dengan posisi yang sangat dekat, tepat di depan toilet wanita.
Ya. Foto inilah yang terpasang di mading tadi....
Semuanya berjalan mulus-mulus saja. Tidak ada hal macam-macam yang Thalea pikirkan. Sampai akhirnya saat keluar kamar mandi, kelapanya menabrak dada seorang cowok yang tiba-tiba muncul.
Cowok yang tak lain ialah Gelvan.
Oke. Gue mati, batin Thalea pasrah.
"Sorry."
"Buat apa?" tanya Gelvan dingin, berusaha memendam amarahnya.
"Yang di kantin itu. Gue buru-buru soalnya. Sekarang pun sama. Lagi buru-buru juga."
Saat Thalea hendak pergi, tangannya dicekal oleh Gelvan hingga badannya bersandar di dinding, dengan posisi wajah Gelvan yang sangat dekat dengan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...