"Enggak. Siapa bilang gue menderita? Gue malah seneng bisa dihukum, jadi berduaan sama lo, Thalea."
Thalea terdiam mendengar itu.
"Please bilang omongan lo tadi cuma main-main. Geli, bangsat dengernya. Itu gak serius, kan?" Thalea memastikan.
"Emang enggak. Sekarang sapuin sebelah sana."
Ada rasa lega yang memenuhi sekujur tubuh Thalea. Syukurlah cowok menyebalkan ini tidak serius dengan perkataan mustahil yang baru saja ia dengar.
Tapi entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal. Entah sebuah rasa apa itu. Thalea tidak dapat menjelaskannya.
Bukannya menuruti perintah Gelvan, Thalea justru melanjutkan aktivitas bermain ponselnya.
Karena geram, Gelvan merebut ponsel milik Thalea hingga membuat cewek itu terbelalak, hendak marah.
"Gak jelas, lo, anjing! Balikin HP gue!" serunya pada Gelvan.
"Gue akan kasih ini setelah lo selesai bersih-bersih di sebelah sana."
"Gak! Kembaliin, bangsat! Lo bener-bener, ya." Cewek itu sudah melompat-lompat beberapa kali untuk meraih ponselnya yang dipegang Gelvan, namun nihil. Gelvan lebih tinggi darinya.
"Oke fine! Gue bakal nyapu di sana. Tapi kalo sampe HP gue gak lo balikin, rahang lo yang gue balik!" murkanya lalu mengambil sebuah sapu, dan mulai menyapu asal.
Seraya menyapu, Thalea hanya bisa mengumpat sambil memberikan sumpah serapahnya untuk Gelvan.
Beberapa menit kemudian, jam istirahat hampir saja berakhir. Namun kegiatan mereka belum juga berakhir.
Bahkan yang paling mengesalkan, sedari tadi banyak sekali siswa-siswi yang meledek Gelvan dan Thalea pacaran, hanya karena terlihat menyapu berdua di lapangan.
Keduanya dibuat menoleh saat menyadari seseorang berlari ke arah mereka. Ke arah Gelvan lebih tepatnya.
"Van!" panggil Mita dengan sebuah botol minum di tangannya.
"Kata Bu Safira, kalian bisa masuk kelas kalo semuanya udah beres," ungkap Mita kemudian.
Gelvan mengangguk kecil saja sebagai respons.
"Oh, iya. Gue bawain minum buat lo. Pasti capek, ya?" Mita menyodorkan botol minuman instan itu, yang langsung diterima Gelvan.
"Thanks." Hanya itu yang keluar dari mulut Gelvan, namun mampu membuat Mita seperti kesenangan.
"Ya udah. Gue pergi dulu, ya. Bye, Van! Thal!"
Akhirnya yang Thalea tunggu-tunggu. Akhirnya Mita pergi juga. Bukan apa-apa, Thalea hanya risih dengan sikap berlebihan Mita yang hampir setiap hari dekat-dekat dengan Gelvan. Ya, sebelas duabelas dengan Aura.
Karena prinsip Thalea, cewek itu bukan mengejar, atau pun dikejar. Ya udah, sih, bodo amat aja. Jomlo juga gak mati.
Seraya menghampiri Gelvan, Thalea langsung merebut botol minuman plastik itu dari tangan Gelvan, dan meminumnya sampai habis tak tersisa.
"Gue haus," ketus cewek itu, bahkan tidak mengucapkan terima kasih sama sekali.
Memang dasarnya Thalea adalah makhluk paling santuy, cewek itu melempar sapu yang dipegangnya lalu pergi begitu saja. Padahal daun-daun kering, dan sampah masih menumpuk di sana.
Namun sayang. Sikap santuy-nya itu justru membuatnya lupa tentang ponselnya yang masih berada pada Gelvan.
Sambil mengikat rambutnya karena kegerahan akibat bersih-bersih tadi, Thalea berjalan menuju kelasnya melewati lorong yang sepi karena memang jam istirahat sudah berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
G E L V A N
Teen Fiction[Sudah Terbit di Guepedia Publisher] Dm IG @jihadinraz_ untuk pembelian buku. Atau chat WhatsApp ke no. +62 882-0015-86838 - "Pertemuan kita memang sudah menjadi bencana sejak awal." Bertemu dengan gadis keras kepala seperti Thalea Aqeela adalah hal...