Mentari yang mulai beranjak naik menemani Ghea yang kini berjalan menuju kelas USA. Semalam ia sudah memikirkan strategi bagaimana untuk membuktikan kepada kedua orangtuanya bahwa ia bisa masuk universitas ternama tanpa bantuan mereka. Bukan hanya Dilla saja yang bisa, Ghea akan membuktikan bahwa ia juga bisa mendapatkan universitas ternama dengan hasil usaha sendiri.
Pagi ini ia sudah mengatur strategi, diperlukan konsisten dan kemauan yang tinggi serta usaha yang tak kenal menyerah untuk menyelesaikan keinginannya.
Seperti dugaan Ghea, benar ternyata Daffa saat ini sudah berada di kelas dengan memiringkan layar ponselnya. Ghea sendiri berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini merupakan cara jitu yang akan membawanya untuk membuktikan bahwa seorang Ghea bisa mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa harus berpangku tangan pada ayah dan ibunya.
"Morning, Daff."
Ghea memilih duduk di depan Daffa sementara lelaki itu hanya menaikkan alisnya sedikit setelah melihat kedatangan Ghea.
"Tumben," responnya singkat.
Selama ini memang Ghea dan Daffa tak pernah terlibat percakapan panjang apalagi keduanya benar-benar memiliki sifat yang berbeda. Ghea yang supel dan populer sedangkan Daffa yang anti sosial dan tak suka berkomunikasi dengan orang lain.
"Ah lo perhatian banget, iya nih gue lagi rajin. Btw lo lagi ngapain?" tanya Ghea berusaha mencairkan suasana.
"Buta lo?" tanya Daffa menyipitkan matanya.
Ghea tertawa menanggapi ucapan Daffa yang ia anggap candaan meski ia sendiri sadar bahwa hal itu bukan sebuah candaan melainkan kalimat sinis yang ia sendiri cukup kesal mendengarnya.
"Iya nih buta karena saking cintanya sama cowok gue!" jawab Ghea bersemangat.
Daffa menaikkan alisnya kemudian meletakkan ponselnya di meja lalu menatap Ghea dengan tatapan malasnya.
"Lo ngapain sebenernya? Pergi sana!" usir Daffa.
Bukannya pergi, Ghea malah memilih duduk di samping Daffa kemudian tersenyum seolah ia adalah manusia paling menggemaskan di dunia.
"Daff," panggilnya.
Satu
Dua
Tiga
Tak ada tanggapan dari Daffa, setelah mengusirnya ternyata Daffa malah mengabaikannya. Jika saja Ghea tak membutuhkan Daffa untuk memuluskan rencananya mungkin ia sudah melepar kepala Daffa dengan sepatu yang ia kenakan.
"Dafffff!" panggilnya sekali lagi dengan memanjangkan kata di akhir untuk menarik perhatian Daffa yang sekarang kembali fokus pada ponselnya.
"Kalau lo nggak ada kegiatan lain, mending lo buang sampah di depan. Berhubung yang piket belum dateng," ujar Daffa memberi saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...