BAB 9 PERMINTAAN PERTAMA

165 104 15
                                    

Setiap orang memiliki rahasia yang tak ingin orang lain tahu, setiap rahasia baik atau buruknya akan ia simpan sendiri sampai ia benar-benar melupakan atau terlupakan hingga tak ada yang mencari apa yang sebenarnya ia tutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap orang memiliki rahasia yang tak ingin orang lain tahu, setiap rahasia baik atau buruknya akan ia simpan sendiri sampai ia benar-benar melupakan atau terlupakan hingga tak ada yang mencari apa yang sebenarnya ia tutup.

Daffa menyeka darah di hidungnya dengan tisu yang Ghea berikan, gurat panik di wajah Ghea membuat Daffa ingin pergi saja. Ia samasekali tak suka dikasihani, lebih baik menyendiri dan menikmati semua rasa sakit itu tanpa terlihat siapapun.

"Sini gue bantu," ujar Ghea hendak membersihkan wajah Daffa yang terkena darah.

Langkah Daffa mundur, tangannya mengisyaratkan agar Ghea berhenti membuat perempuan itu mengernyit keheranan.

"Gue bisa sendiri."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Daffa memilih pergi dari perpustakaan. Ghea mengejarnya hingga langkah perempuan dengan rambut tergerai itu berhenti di depan pintu toilet laki-laki. Dalam hati ia berpikir apakah harus masuk atau hanya menunggu hingga Daffa keluar. Jujur melihat darah kental mengalir di hidung Daffa membuat Ghea merasa ngeri, ia sangat fobia dengan darah tapi ia juga tak mungkin lari melihat Daffa kesakitan.

"Daff? Lo baik-baik aja kan?" teriak Ghea berharap Daffa bisa mendengarnya.

Sementara di dalam toilet, Daffa menghidupkan keran dan mulai membersihkan darah di hidungnya. Hingga beberapa menit berlalu darah tersebut masih mengalir, Daffa mengambil tisu kemudian menyumpalkannya di hidung.

"Sampai kapan gue kayak gini?" tanya Daffa pada dirinya sendiri.

Suara Ghea melebur dengan suara yang berasal dari keran, antara Daffa yang tak mendengar atau memang ia tak peduli.

Sepuluh menit berlalu, Ghea samasekali tak berpindah dari depan toilet. Ia sangat ingin menyusul Daffa di dalam takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan tapi di satu sisi Ghea juga merasa takut masuk ke dalam karena jujur saja toilet laki-laki adalah bagian dari hal yang menakutkan. Bukan karena angker atau bagaimana tapi Ghea tak ingin nantinya jika ada yang melihat ia masuk ke sana mereka akan berpikir macam-macam padanya.

Pintu perlahan terbuka menampilkan sosok jangkung dengan wajah pucat, Ghea segera mendekat jelas saja ia khawatir melihat keadaan Daffa.

"Lo baik-baik aja kan?" tanya Ghea.

"Memangnya gue kenapa?" Daffa balik bertanya.

Jika saja keadaannya tak genting seperti sekarang mungkin Ghea akan menepuk kepala Daffa saking geramnya. Terlalu menyebalkan Daffa menanyakan hal tersebut pada Ghea yang sudah seperti cacing kepanasan menunggu Daffa di toilet.

"Lo kayak orang sekarat!" kesal Ghea sedikit meninggikan suaranya.

Daffa terdiam, raut wajahnya sedikit berubah dan Ghea menyadari hal tersebut. Ghea kira Daffa tersinggung karena ucapannya dan Daffa sekarang memikirkan ucapan Ghea sembari membenarkannya dalam hati.

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang