BAB 15 FALL APART

154 83 10
                                    

Langit sore dengan embusan angin sebagai pelengkap membawa Ghea berdiri cemas menunggu pintu yang akan terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit sore dengan embusan angin sebagai pelengkap membawa Ghea berdiri cemas menunggu pintu yang akan terbuka. Ketika hati sudah mencampuri pikiran maka logika wanita akan kalah telak dan saat itulah wanita akan mampu melakukan hal-hal yang ia sendiri awalnya tak yakin bisa melakukannya.

Untuk saat ini tak ada yang lain di dalam pikiran Ghea, ia hanya ingin mengetahui alasan mengapa Barra dengan gampangnya mengajak Ghea mengakhiri semua yang telah mereka bangun sejak enam bulan ini.

Hati ini tak bisa menerima begitu saja apalagi saat ini Ghea tengah berjuang membuktikan pada kedua orangtuanya bahwa Barra bukanlah pengaruh buruk seperti yang orang tuanya katakan. Ghea berusaha mati-matian untuk mengejar universitas tanpa bantuan orangtuanya tapi mengapa Barra selalu membuat Ghea seketika merasa perjuangannya akan berakhir sia-sia.

Perlahan pintu putih itu terbuka, seorang wanita paruh baya dengan wajah pucat dan sedikit berantakan itu memaksakan senyum pada Ghea.

"Cari siapa?" tanyanya.

Suara halus itu benar-benar membuat Ghea bingung antara terhipnotis atau tenggelam dalam rasa kasihan.

"Barra ... Barranya ada tante?" tanya Ghea terbata.

Daffa tak ikut turun, lelaki itu hanya menunggu di atas motornya memandang apa yang akan Ghea lakukan dari kejauhan.

Perempuan itu terdiam sejenak kemudian mengangguk pelan.

"Barra sini ada yang cari," panggilnya.

"Siapa, Ma?"

Suara yang sangat Ghea kenal itu akhirnya muncul juga, ketika tatapan mereka beradu saat itu juga Barra langsung memutuskan kontak matanya. Ia takut melihat mata Ghea yang terlihat bengkak dengan kantung mata yang jelas bisa Barra lihat. Tanpa perlu bertanya ia tentu tahu apa yang menyebabkan Ghea seperti ini, lelaki brengsek mana yang sudah berhasil membuat mata indah itu mengeluarkan titik air. Siapa lagi kalau bukan dirinya.

"Mama ke dalam dulu," pamit Rima.

Setelah Rima memilih pergi meninggalkan dua orang itu membuat keheningan tiba-tiba datang. Keduanya yang biasa meributkan hal kecil kemudian diakhiri tawa itu sepertinya benar-benar merasa canggung satu sama lain karena masalah kemarin.

"Bar-"

Belum sempat Ghea berbicara Barra langsung memotongnya dengan berkata, "Mending lo pulang."

Tatapan dingin itu mengarah pada Daffa yang duduk santai di motornya membuat Ghea sadar ada yang salah di sini.

"Lo sakit?" tanya Ghea tak memerdulikan ucapan Barra.

Barra menaikkan alisnya kemudian menyilangkan kedua tangan seolah tak tertarik dengan obrolan Ghea.

"Apa peduli lo?"

Tangan Ghea saling menggenggam, jujur melihat kemarahan di wajah Barra membuatnya sedikit menciut. Ia sadar ada beberapa poin yang menjadi kesalahannya tapi apa hal itu pantas menjadi pertimbangan Barra untuk mengakhiri semuanya? Ghea rasa masih ada banyak hal lain yang seharusnya Barra pertimbangkan sebelum benar-benar mengakhiri.

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang