Apa yang diperbuat di masalalu tentu akan mempengaruhi masa depan, entah itu pengalaman baik ataupun buruk tentu akan menjadi bagian dari kisah yang tak terlupakan.
Tentu sulit menerima fakta bahwa sesungguhnya ia berada di posisi yang salah, Barra merasa tersakiti padahal ia berada di posisi yang menyakiti. Namun, bukankah semua terjadi diluar kendalinya? Menyalahkan keadaan juga tak akan memperbaiki apapun. Kini ingatannya kembali pada saat ia memandang rendah Trisha melihat semua keburukan ada pada perempuan yang tak tahu apa-apa, kebencian yang Barra pupuk membuatnya buta bahwa sesungguhnya Trisha juga merupakan seorang korban. Korban ketidakadilan semesta yang membuat mereka berada di posisi yang tepat untuk sama-sama terluka.
Hari ini di satu hari sebelum malam pelepasan tiba, Barra berniat mengunjungi makam Trisha untuk meminta maaf atas semua perlakuannya selama ini. Barra sadar membenci Trisha adalah kesalahan, seharusnya posisi yang sebenarnya adalah Trisha membenci Barra karena sudah merusak keluarganya.
Langkahnya terhenti, netra beningnya kini memiliki satu titik fokus yang membuat Barra seketika hendak mengurungkan niat mendatangi peristirahatan Trisha. Sayang sebelum ia sempat berbalik dan melarikan diri dua orang yang berada di makam Trisha menyadari keberadaannya.
"Barra?"
Panggilan yang berasal dari seorang lelaki yang entah masih bisa ia sebut ayah atau tidak itu mau tak mau membuat Barra terdiam di tempat namun tak membalikkan badan. Sejenak Barra memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi, menjadi bagian dari kesalahan membuat Barra ingin lenyap dan membiarkan dunia melupakan bahwa ia pernah ada. Keinginan itu tak bisa direalisasikan meski Barra berjuang untuk mewujudkannya, barangkali semesta punya jalan cerita lain di depan sana untuk Barra hingga tak membiarkan lelaki itu menyerah dengan keadaan.
"Papa tahu kamu membenci papa, membenci kesalahan dan tindakan yang papa lakukan kepada ibumu bahkan juga kepadamu. Seandainya kamu tahu papa menyesal menjadikan kalian pelampiasan atas kesalahan di masa muda papa, apakah kamu masih akan membenci papa?" tanya Handi memandang punggung Barra.
Masih belum ada tanggapan dari Barra, lelaki itu ingin bangun dari mimpinya berharap bahwa semesta sedang bercanda melalui alam fana sampai ia tersadar bahwa yang ada di hadapannya adalah nyata yang tak memiliki celah untuk melarikan diri. Barangkali ia harus berdamai dengan keadaan, berusaha menerima meski berat terasa di dasar hati. Barra mencoba menarik napas dalam membuang sesak, meyakinkan diri untuk menerima ternyata tak semudah yang dibayangkan.
"Papa tahu apa yang telah papa lakukan telah menghancurkan Rima maupun kamu, Barr. Papa minta maaf," sesal Handi. "Jika papa diberi kesempatan untuk memperbaikinya papa akan berusaha keras untuk menjadi ayah yang baik untukmu, Nak—"
"Setelah kehilangan Trisha sekarang papa baru sadar kalau Barra juga anak papa?" potong Barra tersenyum pedih.
Kali ini ia memberanikan diri menatap mata Handi, membiarkan rasa sesal ayahnya melebur dalam tatapan tajam yang ia berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...