Manusia itu memang selalu menggampangkan perasaan padahal hal itu bisa saja membuatnya kehilangan. Kita mungkin punya asumsi, kita mungkin punya pendapat tapi apa selamanya yang ada di pikiran kita itu benar?
Terkadang kita memiliki masalah bukan karena kita seharusnya mendapatkan masalah tersebut melainkan masalah itu datang karena diri kita sendiri, pikiran kita sendiri. Pikiran yang datang tiba-tiba kemudian memberi masalah baru.
Satu diantara alasan timbul permasalahan antara Ghea dan Barra adalah Barra itu sendiri. Luka karena ayahnya ia lampiaskan pada hubungannya, ia takut apa yang ayahnya lakukan juga terjadi pada hubungannya. Ketakutan itu membentuk satu benteng yang lama-kelamaan, sadar tak sadar, mau tak mau akan melukai hubungan mereka.
Ghea mungkin tak bilang kalau dia sangat menyayangi Barra tapi jauh di dalam hatinya hanya ada Barra tak ada orang lain. Sikap Barra yang semakin overprotektif membuat Ghea sesak, baik di rumah ataupun di luar ia tetap merasa terkekang.
Tangan Ghea mengambil kapas yang baru ia beli kemudian membersihkan luka di wajah Daffa. Mimisan yang tadinya keluar dari hidung Daffa kini sudah berhenti, Ghea sangat menyesal Daffa terluka karena pacarnya.
"Sorry, Daff. Barra nggak gitu orangnya, mungkin dia lagi banyak masalah aja."
Dengan hati-hati Ghea meminta maaf, ia sangat takut jika Daffa terluka lebih parah dari ini. Bagaimana jika Daffa melaporkan Barra, bagaimana jika Daffa memilih berhenti untuk mengajarinya dan bagaimana jika itu benar-benar terjadi hanya karena kecemburuan Barra yang tak kenal tempat.
"Apa perlu gue visum?" tanya Daffa dengan wajah tenang.
Ghea langsung menatap Daffa dengan wajah memohon. "Please, jangan lapor polisi ya."
"Buat apa gue nurutin lo?" tanya Daffa menatap Ghea.
Perempuan itu benar-benar kebingungan untuk mencari cara agar Daffa tak melaporkan Barra, jangan sampai karena peristiwa tidak mengenakkan ini membuat Barra dikurung dalam jeruji. Ghea tak bisa membayangkan bagaimana menderitanya Barra jika itu benar terjadi.
Melihat Ghea panik membuat Daffa tersenyum geli kemudian berkata, "Gue nggak sejahat itu, Ghe."
***
Perut kelaparan pada akhirnya kenyang dengan sendirinya, baik Ghea maupun Daffa sudah sama-sama tak berselera melihat makanan yang ada di hadapan mereka. Daffa masih merasakan ngilu di wajahnya akibat pukulan Barra dan Ghea masih kepikiran apakah Barra benar-benar marah padanya. Bagaimana jika lelaki itu benar-benar berpikir bahwa Ghea tak setia, tentu itu bukanlah hal baik dalam hubungan mereka.
Setelah Daffa membayar mereka kembali menaiki motor Daffa tapi kali ini benar-benar hening, meski Ghea kesulitan mendengar ketika berada di atas motor biasanya perempuan itu tetap saja mengoceh tapi kali ini berbeda. Dia benar-benar diam dan Daffa sendiri juga tak memiliki topik untuk dibicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...