BAB 50 SEBUAH MIMPI

97 16 3
                                    

Ketika melihat seseorang yang kita sayang direndahkan oleh orang lain tentu akan mendatangkan rasa marah, kesal dan tak rela dalam diri kita bahkan jika ada kesempatan kita akan berusaha membungkam mulut orang-orang yang terlalu pandai berbicara n...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika melihat seseorang yang kita sayang direndahkan oleh orang lain tentu akan mendatangkan rasa marah, kesal dan tak rela dalam diri kita bahkan jika ada kesempatan kita akan berusaha membungkam mulut orang-orang yang terlalu pandai berbicara namun lupa berpikir. Ghea membuktikannya.

Ia mungkin tak bisa menyumpalkan batu besar ke dalam mulut orang-orang tersebut tapi ia akan berjuang keras melalui jalur lain untuk membungkam mulut mereka.

Ghea pernah merasakan nikmatnya hasil sebuah usaha ketika ia berjuang keras dalam perlombaan dan berakhir mendapat sebuah piala, akan ada euforia bahagia menjadi warna di bagian akhir cerita. Sekarang Ghea akan berjuang untuk mendapatkan piala lain, piala yang tak tampak wujud nyata namun begitu tinggi mengalahkan semua yang telah berjejer di lemari. Piala itulah yang disebut harga diri.

"Mama senang kamu sekarang semakin rajin belajar," ungkap Maya yang baru membuka pintu.

Bibirnya melengkungkan sabit indah menatap berbinar pada perempuan dengan rambut dicepol acak yang tengah dikelilingi banyak buku tebal. Jika biasanya Ghea akan belajar di meja belajar sekarang saking banyak hal yang harus ia pelajari membuatnya memilih menggelar karpet di lantai membiarkan ia menjadi center diantara banyak buku yang ada.

"Mama buatkan kue dan minuman dingin nih, jangan lupa dimakan ya," ujar Maya tersenyum hangat.

Setelah kejadian beberapa hari yang lalu terjadi banyak perubahan di antara keduanya, suasana yang biasanya dingin kini berubah hangat. Ghea mungkin diam tak menceritakan apapun yang ia dengar namun di dalam hatinya sudah tertanam tekat yang kuat untuk menunjukkan pada semua orang-orang yang telah merendahkan ibunya bahwa ia akan menjadi orang yang sukses bukan untuk mengalahkan anak-anak mereka melainkan untuk perjuangan yang lebih besar. Rasanya terlalu remeh untuk menyaingi anak-anak yang tumbuh hanya dengan uang panas seperti mereka, menyogok sana-sini membuat anak-anaknya terlihat cemerlang padahal tak bedanya dengan kertas kosong yang dibuang ke tong sampah.

"Siap, Ma!" seru Ghea penuh semangat.

"Yaudah kalau gitu Mama keluar dulu ya takut ganggu ntar nggak fokus," ujar Maya mengusap kepala anaknya lembut.

Sebelum Maya membuka pintu Ghea kembali berseru, "Ma!"

Mendengar suara Ghea membuat Maya menoleh ke belakang.

"Nanti sore Ghea boleh jenguk temen Ghea di rumah sakit?" tanya Ghea pelan.

Ia sedikit ragu sebenarnya, jika dulu ia akan pergi sendiri tanpa berpamitan bahkan terkesan melarikan diri dari harapan ibunya kini Ghea lebih berhati-hati dan berusaha melibatkan ibunya dalam hal keluar rumah.

Maya terdiam, beberapa detik ia masih terdiam memikirkan banyak hal. Mungkin tak ada salahnya jika ia memberikan sedikit ruang untuk Ghea, bukankah hanya menjenguk ke rumah sakit bukan hanya nongkrong-nongkrong tak jelas?

"Iya boleh," ujar Maya.

Ghea yang tadinya sudah menebak bahwa ia tak akan mendapat izin tentu kegirangan mendengar ucapan Maya.

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang