BAB 52 JARAK

106 18 2
                                    

Ditakuti takkan membuat kita lebih baik dari orang lain apalagi jika orang-orang takut karena kita sering menindas yang lemah, bukannya kita seharusnya malu karena menindas yang lemah? Ketika kita memiliki super power sudah seharusnya kita gunakan...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditakuti takkan membuat kita lebih baik dari orang lain apalagi jika orang-orang takut karena kita sering menindas yang lemah, bukannya kita seharusnya malu karena menindas yang lemah? Ketika kita memiliki super power sudah seharusnya kita gunakan dalam kebaikan karena pada akhirnya kebaikan itu pula akan berbalik pada kita.

Seminggu berlalu begitu damai, tak terdengar pembullyan ataupun perkelahian namun hari ini si pembuat onar kembali berulah. Sepertinya hukuman dirumahkan selama satu minggu tak memberi efek jera padanya malah sekarang ia makin senang untuk melakukan perundungan.

Bisa kah kalian menebak siapa orang di balik perundungan tersebut? Ah sepertinya tak akan sulit untuk menebak. Dari sekolah bertaraf nasional seperti SMA Bina Bangsa hanya ada satu geng yang masih menganut paham kolot berbangga menjadi penindas, siapa lagi kalau bukan Amel and the Genk.

Hari ini suasana damai kembali terusik, perempuan dengan bando berwarna pink itu mulai melakukan drama.

"Berani lo ngelaporin gue udah ngebully lo? Seberapa besar sih keberanian lo buat lakuin itu, mari kita lihat!" seru Amel menendang kaki Dilla sampai terjatuh.

Orang-orang di sekitar bukannya tak peduli hanya saja mereka malas berurusan dengan Amel yang akan membuat hidup mereka tak tenang baik di sekolah maupun di luar sekolah.

"Ngelaporin apa, Mel?" tanya Dilla meringis.

Akhir-akhir ini Dilla seringkali mendapat tuduhan mengenai laporan, entah mengapa mereka semua menganggap Dilla sebagai pelapor padahal Dilla sendiri tak tahu apa-apa.

Amel tertawa mengejek, ia benar-benar benci sifat Dilla bertindak seolah manusia paling baik hati padahal busuk.

"Munafik!" bentaknya menarik rambut Dilla.

Barangkali jika Dilla memiliki lebih banyak keberanian ia akan melepaskan diri dari tindakan Amel yang sudah melampaui batas.

"Aku beneran nggak tahu apa-apa, Mel. Buat apa juga aku laporin kamu—"

"Lo kira gue bodoh?"

Dilla menggeleng, sepertinya apapun yang ia katakan akan menjadi sebuah kebohongan di mata Amel. Jelas saja ketika sudah ada benci tertanam di hati mau sebaik apapun seseorang akan tetap menjadi tokoh antagonis di cerita pembenci.

"Kenapa sih lo nggak mati aja?!" bentak Amel dengan amarah yang mendominasi.

Barangkali ia lupa bahwa di masa dulu hubungan mereka begitu dekat bahkan terkategori sahabat, Amel melupakan semua kenangan menggantinya dengan sebuah kebencian. Kita memang tak mengerti bagaimana mental seseorang, ada yang kuat dan ada juga yang terlahir dengan mental yang mudah diacak-acak. Sebelum kita mengucapkan maka hendaknya berpikir seribukali apakah akan menyakiti atau mampu diterima oleh yang mendengar.

"Kok kamu ngomong gitu Mel?" tanya Dilla sedih.

"Kenapa? Gak usah sok sedih gitu lagian apa gunanya lo hidup bikin gue sakit mata aja!"

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang