Terkadang sedikit memberanikan diri untuk menjadi diri sendiri itu lebih baik daripada terus-menerus terikat di bawah bayang-bayang yang selalu menuntut kesempurnaan.
Ghea sadar bahwa akhir-akhir ini ia semakin sering melanggar aturan yang Maya berikan, semua ia lakukan karena terlalu lelah menjadi anak manis yang wajib mematuhi kemauan ibunya.
Untuk apa memikirkan keinginan orang yang tak pernah memikirkan keinginan kita? Bukankah semua orang pantas bahagia dan kebahagiaan Ghea bukanlah dengan menjadi sempurna.
"Lo beneran nggak kenapa-napa di sini malem-malem?" tanya Daffa menatap hangat pada perempuan yang sejak satu jam yang lalu duduk di hadapannya.
"Ya, nggak papa. Gimana ujian lo?" tanya Ghea mengalihkan pembicaraan.
Daffa menaikkan alisnya, bukan Daffa namanya jika mudah terdistraksi oleh pertanyaan yang keluar dari topik pembicaraan.
"Gak baik lari dari masalah," tegas Daffa tak mengalihkan pandangan.
Ghea memutar bola matanya sangat-sangat malas dengan pembahasan Daffa. "Gue nggak lagi punya masalah."
Perlahan jemari Daffa meraih tangan Ghea membiarkan hangat perempuan itu menyatu dengan tangannya yang dingin. Malam bukanlah waktu yang tepat untuk Ghea berada di luar rumah, Daffa tahu Ghea pasti lelah dengan kehidupannya yang begitu terikat namun Daffa tak ingin jika pulang dari sini Ghea akan mendapat masalah yang lebih besar. Bukankah cinta berfungsi untuk melindungi bukannya menyesatkan?
"Tapi kalau lo pulang malam itu bakal jadi masalah," Daffa melepas tautan tangannya karena Ghea berusaha menarik jemari untuk saling terberai.
"Sebentar aja," lirih Ghea menatap Daffa dalam-dalam penuh harap.
Kali ini Daffa memilih diam, ia tak bisa memaksa Ghea meskipun ia ingin. Setidaknya ia akan menjadi satu-satunya orang yang membuat Ghea merasa menjadi diri sendiri itu bukanlah suatu kesalahan.
"Apa gue bisa masuk universitas ternama, Daff? Otak gue nggak secerdas itu tapi bodohnya gue malah menantang maut," kekeh Ghea menertawakan dirinya sendiri yang terlalu naif.
Seharusnya sejak awal ia sadar mendapatkan universitas ternama bukanlah hal yang mudah. Lulus dan mendapatkan kesempatan masuk universitas biasa saja sudah menjadi pencapaian luar biasa untuk Ghea lalu dengan bodohnya ia malah berlaku sombong pada Maya seolah ia akan tiba-tiba menjadi manusia jenius yang tinggal tunjuk universitas langsung menerimanya.
Ternyata tak semudah yang dibayangkan, kehidupan nyata memang seringkali berlaku tak adil membuat yang lemah semakin merunduk, yang kuat semakin mendongak, yang pandai semakin jenius dan yang bodoh semakin ketinggalan. Ghea termasuk salah-satu diantara orang yang tak mendapat keberuntungan memiliki otak cerdas dan sayangnya ia dilahirkan di keluarga yang menuntut untuk menjadi manusia jenius.
"Kenapa lo jadi pesimis, Ghea yang gue kenal selalu optimis sama apa yang dia lakuin," tutur Daffa penuh keyakinan.
Jika nanti ia tak ada bolehkah ia berikan semua impian pada Ghea? Daffa sudah kehilangan harapan untuk mewujudkannya, ia sangat berharap sosok di hadapannya mampu mewujudkan impian menjadi wanita yang pantas dibanggakan bukan hanya di mata keluarga melainkan di mata dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...