BAB 39 UJIAN

177 56 29
                                    

Langit pekat dengan semilir angin sebagai pelengkap membawa detik berjalan semakin cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit pekat dengan semilir angin sebagai pelengkap membawa detik berjalan semakin cepat.

Ada yang mencintai belajar sampai benar-benar tak rela ketinggalan satu baris dari setiap kalimat yang ia baca. Ada juga yang begitu lelah terpaksa harus membuka mata untuk menjelajah dunia aksara sampai mata mengerjap pasrah.

Hari yang bisa dihitung dengan jemari mulai mendominasi pikiran setiap siswa sekolah menengah atas yang akan menghadapi soal-soal rumit untuk mendapatkan selembar kertas pembuktian kerja keras selama tiga tahun bersekolah.

Terkadang fisik tak mendukung untuk belajar gila-gilaan seperti yang Ghea lakukan, pada akhirnya ia kehabisan energi dan terlelap dalam mimpi.

Terlalu cepat memang untuk ukuran siswa yang keesokan harinya akan menghadapi ujian pamungkas untuk tidur di waktu genting seperti sekarang. Namun, kepala Ghea benar-benar berdenyut tak kuat karena berpikir keras menghadapi soal-soal matematika yang diujikan tadi pagi. Mungkin karena semalam juga tak sempat tidur akibat terlalu takut tak lulus di ujian matematika membuatnya kelelahan sampai lupa bahwa esok masih ada satu lagi ujian yang belum diselesaikan.

Meski ia sudah belajar begitu keras tetap saja pada try out matematika ia selalu gagal tipis, hal itu pula yang membuat Ghea memaksakan diri untuk mengejar kegagalan menjadi sebuah keberhasilan.

Di luar pintu seorang perempuan dengan camilan di dalam nampan yang ia bawa masuk ke kamar Ghea. Wajah yang awalnya tersenyum berubah murka, bisa-bisanya di waktu yang seharusnya Ghea belajar malah tidur. Tentu hal itu membuat Maya marah.

Ia letakkan nampan di meja kemudian menarik paksa perempuan yang tengah pulas memeluk boneka beruang itu sampai sempoyongan terbangun.

"Kamu ini gimana sih, bukannya belajar malah tidur. Inget Ghe besok itu kamu ujian loh!"

Ghea mengerjap beberapa saat lalu memilih duduk di kasurnya untuk menghilangkan pening sekaligus mengumpulkan kesadaran yang belum sepenuhnya ia rasakan.

"Ghea baru aja tidur loh, Ma," sanggahnya.

"Baru tidur? Kamu nggak usah bohong sama Mama, seharian ini kamu tidur loh kalaupun bangun malah main handphone. Kamu kira mama bisa kamu kibulin apa?" heran Maya bertambah kesal.

"Adik kamu aja yang nggak ada ujian tetap belajar di kamarnya, kapan sih kamu itu bisa nurutin maunya Mama?" sambungnya.

Ghea memijat kepalanya yang semakin pening, omelan Maya bukannya membuat Ghea semangat belajar malah menjatuhkan mentalnya. Terkadang kita akan lebih mudah melakukan sesuatu jika hal itu bukanlah sebuah perintah, berbeda jika diperintahkan maka kita akan cenderung malas dan mengabaikan. Mungkin bukan hanya Ghea yang merasakan hal tersebut tetap saja ia tak bisa menolak untuk melakukannya.

Ghea tak membalas ucapan Maya, buang-buang tenaga saja. Ia berjalan menuju kamar mandi kemudian membasuh wajahnya mengambil face wash membiarkan dinginnya air dan busa dari sabun wajah memenuhi wajahnya.

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang