Entah mana yang lebih salah seorang ibu yang memaksakan kehendak pada putrinya atau seorang anak yang melawan pada ibunya? Dua sisi berbeda menghasilkan dua pandangan berbeda pula. Tak ada garis tepi yang benar-benar menunjukkan batas antara benar dan salah, semua memiliki cara pandang yang tak sama dalam menafsirkan masalah.
Dilla melaju dengan kecepatan yang bisa dikatakan dua kali lebih cepat daripada ia berkendara biasanya, setelah tamparan yang wajahnya terima ia benar-benar merasa bahwa dirinya sakit dan tak mampu menerima lebih banyak beban yang ibunya berikan.
Dilla hampir tak mengenal dirinya sendiri, benarkah Dilla yang baru saja melawan pada Maya adalah dirinya? Dilla yang biasa menerima apapun yang ibunya katakan hari ini menjadi Dilla yang bertolakbelakang tentu bukan hanya Maya dan Ghea yang terkejut melainkan Dilla sendiri juga kebingungan.
Keberanian dari mana yang lantas membuatnya mampu menaikkan nada suara di depan Maya, Dilla tak mampu mencari jawabannya.
Seolah tak ingin ikut kebingungan dengan situasi, langit pagi ini bersinar cerah diterpa mentari yang meninggi. Ia tak ingin ikut dalam kebingungan yang Dilla rasakan, menaiki puncak langit dan berbagi cahaya adalah satu hal yang menjadi kelebihannya.
Barangkali angin dingin berhembus menggoyangkan rerumputan juga menyadari bahwa terkadang kita menyesali apa yang kita ucap namun samasekali tak berniat mengubahnya meski kita dikembalikan pada waktu sebelum kalimat itu dilontarkan.
Dilla menyadari bahwa satu kalimat yang ia ucap akan menyandung dan membuatnya meringis tapi ia juga tak bisa membohongi hati yang terlanjur lelah meminta henti.
Barangkali perasaan cemburu di dalam diri telah membakar logikanya, Dilla tak menyadari rasa ketidakadilan itu tiba ketika posisi yang biasa ia miliki kini dinaiki oleh orang lain meskipun itu kakaknya sendiri.
"Kenapa Mama nggak begitu bahagia ketika aku yang mendapatkan sesuatu yang luar biasa sedangkan ketika kak Ghea padahal hanya lulus melalui ujian saja sudah benar-benar membuat Mama senang, aku juga mau perjuangan yang aku lakukan selama ini dihargai," ucap Dilla seolah berbicara pada sisi lain dalam dirinya.
***
Langit kemerahan di ufuk barat memaksa Dilla kembali ke rumah meski dengan perasaan enggan. Jauh di dalam sudut hatinya ia masih memandam amarah meski saat ini lebih reda dibanding sebelumnya.
Dilla membuka pintu dan menyadari bahwa kecanggungan belum berakhir, ia edarkan pandangan ke seluruh ruangan sampai menemukan seseorang yang tengah menonton televisi tepat dari punggungnya.
Setelah kejadian tadi pagi ia merasa bingung haruskah ia menyapa atau langsung berlalu begitu saja, otaknya berdebat namun ego sepertinya masih jadi pemenang.
Dilla melangkah menuju kamarnya berusaha tak acuh pada ibunya, Dilla rasa Maya juga tak menyadari kedatangannya.
"Hm!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...