BAB 7 SEMUA PUNYA LUKA

180 111 30
                                    

Sesuai instruksi yang Daffa berikan, Ghea dengan serius belajar memahami rangkuman yang Daffa berikan, tak jarang dahinya berkerut karena tak berhasil memecahkan rumus yang Daffa berikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai instruksi yang Daffa berikan, Ghea dengan serius belajar memahami rangkuman yang Daffa berikan, tak jarang dahinya berkerut karena tak berhasil memecahkan rumus yang Daffa berikan. Ternyata Daffa ini sama saja seperti guru di sekolah yang memberikan contoh dan latihan yang jauh berbeda.

Bruk

Ghea terperanjat ketika pintu kamar terbuka paksa dan terbanting menabrak tembok. Ia yang tadinya fokus dengan buku di hadapannya langsung berdiri melihat siapa yang datang.

Apakah ada yang bisa menebak siapa yang sudah membanting pintu? Siapa lagi kalau bukan Maya. Perempuan itu melangkah lebih dalam memasuki kamar Ghea, tatapannya tajam ditambah lagi tangan membentuk kepalan yang bisa Ghea tebak pasti akan ada kejadian buruk yang terjadi malam ini.

"Kenapa, Ma?" tanya Ghea.

"Setelah semua masalah yang kamu buat, kamu masih bisa tanya kenapa?" sinis Maya keheranan.

Maya menarik tangan Ghea kemudian menunjukkan surat peringatan dari tempat Ghea seharusnya les setiap hari.

"Lihat ini!" bentaknya.

Mata Ghea yang tadinya menatap ibunya kebingungan kini beralih pada selembar kertas yang membentuk lipatan dengan logo tempat lesnya.

"Susah payah Mama masukkan kamu les di sini, kamu kira mudah masuk ke sana? Mama udah capek-capek nyari orang buat bantu masukkan kamu di sana tapi apa balasan kamu?! Bolos?!"

Maya tak bisa menahan kekecewaannya, Ghea benar-benar tak bisa menjadi anak yang ia harapkan. Selalu saja membuat ulah yang bisa membuat kepala Maya berdenyut bahkan hingga tekanan darahnya naik. Ghea memang paling pandai memancing kemarahannya.

"Harusnya kamu itu bersyukur udah bisa belajar di sana!" sambung Maya.

Ghea memejamkan mata, entah mana yang lebih sakit. Lengannya yang tertancap kuku-kuku tajam Maya atau hatinya yang semakin rapuh karena kecewa. Ghea memang tak bisa menjadi seperti yang orangtuanya mau, Ghea memang tak pandai dalam akademik, Ghea memang anak yang paling tak bisa membahagiakan orang tua. Ghea sadar itu. Ini semua salahnya, tak ada yang salah di dunia ini. Bukan ibunya, ayahnya ataupun semesta. Memang semua ini salahnya, Ghea hanya bisa menekan harga dirinya yang semakin jatuh terinjak oleh bentakan Maya.

Mata Ghea memanas tapi ia tak akan biarkan tumpah air mata di hadapan Maya, ia tak ingin terlihat lemah meski sebenarnya ia sudah sangat berantakan.

"Kamu memang nggak bisa buat mama bangga."

Ghea menundukkan kepala mendengar ucapan ibunya, semuanya sangat menyakitkan. Memang ini salah Ghea tapi ia tak pernah meminta untuk didaftarkan di tempat les mahal seperti ini, ia tak pernah meminta untuk selalu dimasukkan dalam kelas-kelas tambahan yang Ghea sendiri merasa kepalanya semakin sakit menerima semua pelajaran di sana. Bukan seperti ini pelajaran yang Ghea mau, bukan.

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang