Seperti biasa Trisha terburu-buru untuk pulang, tubuhnya sudah mulai sehat dan ia juga sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Sore ini Trisha pulang dengan tergesa-gesa karena tadi sempat belajar tambahan hal itu membuatnya pulang terlambat tentu saja itu bukan hal yang baik untuknya.
Trisha membuka gerbang secara perlahan kemudian mendorongnya untuk tertutup kembali, tatapan Trisha tertuju pada mobil yang terparkir di garasi. Jantungnya sudah tak karuan, sebelum melangkah masuk Trisha memejamkan mata sembari berdoa. Hal paling menakutkan adalah pulang tidak tepat waktu.
Ketika pintu terbuka yang Trisha dapati adalah suasana hening, dingin dan menakutkan. Semakin ia melangkah memasuki rumah semakin bergetar pula tangannya, Trisha tak bisa menghentikan tremor yang mengganggu tangannya. Ia mengedarkan pandangan tapi tak ia temukan Dito dimana-mana sampai ia mendengar sesuatu dari kamar Dito.
Dengan perasaan takut Trisha mendorong pintu menghasilkan derit yang semakin membuat tegang suasana rumah. Mata Trisha langsung membulat sempurna ketika ia dapati Dito tergeletak di lantai dengan wajah pucat.
"Papa, pa kenapa?" tanya Trisha berlari menghampiri Dito.
Ketika kulit Trisha menyentuh tubuh Dito bisa ia rasakan bahwa suhu tubuh Dito benar-benar tinggi, perlahan Trisha membantu Dito untuk naik ke tempat tidur kemudian melepas sepatu yang masih terpasang di kaki ayahnya. Trisha menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh Dito yang menggigil.
Mata lelaki setengah abad itu masih tertutup tapi ia bisa merasakan bahwa Trisha sudah pulang dan menyelimutinya.
Trisha mengambil baskom kemudian mengisinya dengan air hangat lalu mengompres dahi ayahnya penuh perhatian. Orang bilang seorang ayah adalah cinta pertama untuk anak perempuannya namun bagi Trisha Dito adalah cinta sekaligus patah dalam hidupnya. Hanya tersisa kenangan masalalu di mana ia temukan Dito yang sangat perhatian bukan Dito kasar seperti yang saat ini bersamanya.
Trisha kembali menempelkan punggung tangannya di kulit Dito dan akhirnya bisa bernapas lega karena suhu Dito sudah turun. Ia keluar dari kamar tersebut untuk berganti pakaian dan ia juga akan memasak untuk ayahnya. Mungkin Dito bersikap kasar padanya tapi jauh di dalam hati Trisha ia sangat menyayangi ayahnya.
***
Langit sudah berganti malam dan Trisha juga sudah selesai berkutat di dapur untuk memasak bubur untuk ayahnya.
Dinding putih rumah ini begitu polos menjadi saksi kesedihan dan kehancuran yang Trisha rasakan. Di rumah ini ia menerima segala makian yang Dito berikan tapi sampai kini Trisha tak bisa menyalahkan Dito sepenuhnya karena ia sadar sumber utama masalah adalah ibunya.
Trisha kembali masuk kamar Dito sembari membawa nampan berisi bubur dan teh hangat untuk ayahnya. Saat ini Dito sudah terjaga dan bersandar di kasurnya, tatapannya tajam mengarah pada Trisha. Bahkan dalam kondisi seperti ini Trisha masih merasa menjadi orang yang paling Dito benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...