Semakin hari tubuh Daffa semakin lemah, kehidupannya sejak mengetahui bahwa ia mengidap kanker nasofaring sudah tak seindah dulu. Hari-hari ia habiskan untuk menikmati setiap rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya, kanker yang sudah memasuki stadium akhir ini membuat Daffa takut bahwa umurnya tak akan lama lagi. Salah-satu jenis penyakit yang tergolong langka itu telah menghinggapinya beberapa tahun terakhir ini, kanker nasofaring yang sulit terdeteksi di awal kemunculan dan akan mulai menimbulkan gejala di tahap lanjut itu membuat Daffa sekeluarga benar-benar terpukul.
Seminggu sebelum ujian berlangsung, kanker itu semakin mengganas bahkan sampai tahap Daffa tak bisa merasakan tubuhnya. Sampai hari ini Daffa tak yakin tubuhnya akan mampu bertahan lebih lama, kanker yang menyerang bagian rumit tubuh itu sangat menakutkan dan prosedur operasi juga hanya kecil kemungkinan bisa menyembuhkan. Obat-obatan yang Daffa konsumsi juga tak akan menjamin kesembuhan hanya memperlama penyebaran penyakit saja.
Entah sanggup atau tidak Daffa bertahan sampai akhir, dari awal ia sangat takut terlibat dengan siapapun karena ia tak ingin orang-orang merasa kehilangan ketika tiba saatnya Daffa benar-benar harus pergi. Sayang, belakangan ini gadis cerewet itu sudah mengusik serta mulai menerobos masuk kehidupan Daffa. Awalnya Daffa ingin menghentikan tapi ternyata ia tak bisa menghentikannya.
Daffa terduduk di lantai kamarnya, lehernya akhir-akhir ini sering terasa sakit disertai suara yang serak. Mungkin karena ujian kemaren ia terlalu lelah sehingga baru kini terasa, sampai saat ini tujuan Daffa belum berubah samasekali. Ia ingin meninggalkan banyak kenangan yang bisa ibunya banggakan jika nanti Daffa sudah tak ada, terbukti dari piala, piagam dan medali yang terpajang di kamarnya.
Hal sederhana yang bisa Daffa tinggalkan hanyalah kenangan. Tatapan sendu itu lurus pada piala-piala yang mungkin nanti akan jadi satu-satunya peninggalan berharga yang bisa ia berikan pada ibunya, sesaat Daffa menyipitkan matanya entah karena air mata atau debu yang tertiup angin membuat penglihatan Daffa jadi buram.
Suara lagu yang tadinya Ghea nyanyikan di kafe menjadi satu-satunya suara yang Daffa nikmati malam ini. Entah benar atau salah caranya untuk membuat Ghea menjauh, bukankah cinta itu terlalu menyakitkan jika kita sadar bahwa mustahil bisa memilikinya bukan karena ia sudah menjadi milik orang lain melainkan sadar bahwa kebersamaan ini tak akan lama bertahan.
Daffa bangkit dan mengambil obat-obatan di atas nakas, sudah waktunya minum obat. Obat yang fungsinya bukan untuk menyembuhkan, obat yang hanya bisa membuat Daffa bertahan sedikit lebih lama dan obat itulah yang setiap hari ia biarkan masuk dan menyatu dengan dirinya.
"Ghe, gue minta maaf udah buat lo masuk dalam kehidupan gue."
***
Malam ini bintang seperti mempermainkan Ghea, baru tadi tampak berkilau di langit namun sesaat berganti gelap. Ada apa dengan semesta, seperti memiliki banyak rahasia besar di dalamnya.
Ghea menatap langit pekat itu, ingatannya terpecah dengan berbagai fokus yang berbeda. Sejenak ia memikirkan perasaannya yang akhir-akhir ini berdusta, perasaan itu membuatnya ragu bahkan kebingungan entah mana yang sebenarnya sudah menaiki tahta di hatinya. Barra atau Daffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...