Dilla duduk menikmati angin sepoi-sepoi di taman belakang rumah neneknya, ia merasa sangat tenang ketika melupakan semua tuntutan yang ibunya berikan. Di sini Dilla benar-benar merasa bisa beristirahat tanpa harus takut jika nanti ketinggalan materi untuk perlombaan yang ada-ada saja brosur yang ibunya temukan.
Di sini tak ada yang akan memaksa Dilla untuk menjadi sempurna, di sini Dilla bebas menjadi remaja biasa yang tak melulu menghadapi buku untuk belajar dan di sini Dilla bisa bernapas dengan lega tanpa takut apakah ada soal yang belum mampu ia kuasai.
Sebenarnya bahagia bagi Dilla itu simpel, Dilla tak menuntut banyak setelah apa yang ia berikan pada ibunya hanya saja ia juga butuh ruang di mana ia tetap bisa menjadi seseorang yang memiliki kekurangan bahkan menjadi sedikit lebih malas dalam satu hari saja. Dilla sangat lelah dengan semua tuntutan ibunya bahkan di saat libur seperti ini Dilla tetap diharuskan untuk mengikuti les dan lomba-lomba padahal Dilla ini bukan robot, dia juga butuh istirahat.
"Minum dulu," ujar Ratih meletakkan segelas susu dan cemilan di meja.
"Nek, kenapa nenek nggak tinggal sama kita aja di kota?" tanya Dilla mengambil cemilan.
"Kamu lihat sawah itu, di ujung sana juga ada kebun sayuran, hijau semua kan?" tanya Ratih membuat Dilla mengangguk. "Di kota apakah ada tempat seperti ini?" sambungnya yang kali ini membuat Dilla menggeleng.
"Nenek suka di sini, rasanya tenang nggak ada debu polusi kayak di kota bikin sesak napas," kekehnya.
Sekali lagi Dilla mengangguk, benar juga ucapan neneknya di desa memang lebih tenang membuat Dilla ikut betah berada di sana.
"Kamu nggak mau cerita sesuatu sama nenek?" telisik Ratih menyadari ada yang tak beres akan kedatangan Dilla.
Ingin rasanya Dilla menceritakan semua kegundahannya tapi lidahnya seperti tertahan sehingga hanya senyuman dan gelengan kepala yang menjadi jawaban pertanyaan Ratih.
"Kalau ada masalah diselesaikan masalahnya jangan lari," saran Ratih memegang punggung tangan Dilla.
***
Tubuh yang ia kira kuat itu ternyata bisa tumbang juga, bibir Trisha memucat dengan gigil yang tak bisa ia sembunyikan. Seharian ini ia merasa tak enak badan, jangankan makan untuk mengisi perutnya bangun dari tempat tidur saja ia kesulitan."Trisha!" teriakan yang berasal dari dapur itu memaksa Trisha untuk bangun dengan kaki gemetarnya.
Yah, ia sudah tahu Dito pasti akan marah besar melihat kekosongan meja makan karena Trisha tak sempat memasak hari ini. Awalnya Trisha kira bahwa ayahnya tak pulang malam ini sehingga tak apa jika ia tak memasak paling perutnya yang akan kelaparan. Sayangnya, diluar dugaan ternyata menjelang magrib Dito pulang. Tentu hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa meja makan karena belum sempat makan di luar karena di luar sana suasana cukup mendung takutnya jika ia makan di luar maka akan terjebak hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC RELATIONSHIT [END]
Teen FictionWARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓲𝓽𝓾 𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲. _________ HAPPY KIYOWO_________ Pernahkah kalian dib...