BAB 10 YELLOW

157 103 12
                                    

Tatapan yang kian tajam itu selaras dengan dada naik turun kesulitan mengatur pernapasan, keringat di dahi yang kontras dengan mata memerah disertai kepalan tangan yang siap menghantam siapapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan yang kian tajam itu selaras dengan dada naik turun kesulitan mengatur pernapasan, keringat di dahi yang kontras dengan mata memerah disertai kepalan tangan yang siap menghantam siapapun.

Lelaki berperawakan tinggi dengan setelan kaos berwarna hitam dan celana jins hitam pula itu bergegas menuju motornya untuk mengikuti kendaraan roda empat yang sangat ia kenal milik siapa.

Barra Aldelardo, lelaki yang dianggap sempurna memiliki segalanya disertai ketampanan yang tak dimiliki semua orang itu susah payah untuk menahan agar tak menabrak mobil di depannya. Mobil hitam yang bergerak lambat itu adalah mobil ayahnya. Sejenak Barra tak bisa berpikir jernih ketika mobil tersebut berhenti dan matanya menangkap pemandangan yang sangat menjijikkan di dalamnya.

Barra menghentikan motornya kemudian memukul keras atap mobil hingga orang yang berada di dalam sana terperanjat kaget dan lebih kaget lagi ketika yang ia lihat tengah berdiri di samping mobil adalah Barra.

"Keluar!" bentak Barra memukul atap mobil sekali lagi.

Barra tak peduli tangannya akan membiru karena memukul benda keras itu yang ia pedulikan adalah lelaki yang berada di dalam sana harus segera keluar.

Handi terkejut bukan kepalang melihat anaknya berada di luar mobil dengan tatapan penuh amarah, perlahan Handi menatap wanita yang berada di sampingnya.

"Tetap di sini."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut Handi mendorong pintu mobil dan keluar menemui Barra.

"Apa ini, Pa?" tanya Barra kecewa.

Tak ada jawaban dari Handi.

"Apa papa nggak mikirin kondisi mama di rumah? Apa papa nggak punya perasaan sampai tega selingkuhin mama?! Jawab, Pa!" bentak Barra kehilangan kendali.

Dengan tenang Handi menjawab, "Kamu ini masih kecil, tau apa kamu?"

"Ck!" kesal Barra membuang ludahnya.

"Jadi ini yang Rima ajarkan padamu? Tidak sopan!" geram Handi karena Barra mendorongnya hingga menabrak jendela mobil.

"Papa sakitin Mama berarti papa sakitin Barra juga!"

Handi mendorong putranya dan melepaskan diri dari cengkeraman Barra, tangan Handi bergerak merapikan kemeja yang ia pakai.

"Mama kamu itu memang sakit, sakit jiwa!" balas Handi mengejek.

"Itu semua karena papa!"

Keduanya sama-sama berbicara dengan nada tinggi, tak ada ketakutan di wajah Barra meski lelaki yang ada di hadapannya berstatus ayahnya sendiri.

"Lebih baik kamu pulang, tak usah ikut campur."

"Barra, ikut campur? Pa! Harusnya papa yang pulang, mama di rumah sakit seharusnya papa ada di samping mama!"

TOXIC RELATIONSHIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang