Bab 48

6 5 1
                                    

Pada pukul dua, Elias terbangun ketika seseorang dari luar memutar gagang pintu. Elias lupa kalau Fritz meninggalkan ruangan itu dalam keadaan tidak terkunci. Pikirnya, Fritz yang ada di luar sana. Namun suara deritannya begitu pelan, seolah-olah seseorang berusaha masuk dengan hati-hati ke dalam sana. Elias langsung duduk tegak di atas kasur, wajahnya berkeringat selagi ia menunggu apa yang mungkin muncul di balik pintu.

"Halo?"

Baru teringat olehnya kalau ia seharusnya menekan alarm. Namun tubuhnya justru membeku, pikirannya terlalu berkabut untuk dapat mencerna semua itu dengan cepat dan Elias mendapati dirinya hanya duduk disana – menatap lurus ke arah pintu yang perlahan di geser terbuka.

Aku pasti sedang bermimpi, bisiknya.

Tapi tidak. Karena ketika Elias berpikir begitu, disaat yang bersamaan, Rachael memunculkan dirinya di ambang pintu. Wanita itu masih mengenakan pakaian yang sama seperti kali terakhir Elias melihatnya sore tadi. Ekspresinya tampak kosong, namun kedua matanya menatap Elias lekat-lekat.

Selagi Elias berjalan mendekat, wanita itu menutup pintu dengan cepat kemudian menyandarkan punggungnya disana.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Elias kemudian.

Sejenak Rachael hanya memandanginya, kemudian perlahan satu tangannya terangkat ke wajah Elias. Kedua kakinya telah berjinjit, dan sebelum Elias menyadarinya, wanita itu telah menempel bibirnya di atas bibir Elias, menciumnya dengan bernafsu kemudian menyusupkan lidahnya di ke mulut Elias.

Sontak Elias bergerak menjauh. Rasa berdenyut-denyut di kepalanya masih terasa, hanya saja tidak separah sebelumnya. Nafasnya kini memburu. Selama sesaat Elias kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Kedua matanya terus memandangi Rachael dengan serius. Kemudian, saat kesadaran membunyarkan lamunannya, Elias melangkah mundur. Ia mengamati wanita itu berjalan melintasi ruangan dan duduk di tepi kasur dalam posisi menghadap keluar jendela.

"Rachael.." bisik Elias saat bergerak mendekatinya, tapi wanita itu tidak mau mendengar apa-apa, alih-alih berkata, "aku mencintainya, Elias.. Aku mencintai Denise. Setidaknya dulu seperti itu."

Ada keheningan yang mengisi ruang kosong diantara mereka. Elias mempersingkat jarak mereka dengan duduk di samping Rachael. Meskipun tangannya terkulai kaku di atas pangkuan, tatapannya tidak pernah lepas dari wanita itu. Langit gelap yang mengintip di balik kaca jendela menjadi satu-satunya pusat perhatian Rachael. Kelopak matanya yang sayup perlahan berkedip. Kedua bahunya terkulai dan alisnya menyatu saat wanita itu menatap langit seolah hendak menilai ketinggiannya. Kala nafasnya berembus, dadanya bergerak naik kemudian turun kembali secara perlahan.

Rachael tampak berbeda malam itu. Wajahnya terlihat lebih segar jika dibandingkan dengan kali pertama Elias sampai di rumah sakit itu. Tidak ada lingkaran hitam di bawah matanya dan karena bagian rambutnya yang kusut sudah dipangkas beberapa hari lalu, ia terlihat lebih segar. Cahaya redup lampu di balik jendela menyinari wajahnya, memperlihatkan sudut-sudut rahangnya yang tegas, batang hidungnya yang sedikit membengkok, dan sudut bibirnya yang tipis. Elias baru menyadari, ia dapat merasakan aroma nikotin yang masih tertinggal di bibir itu kala Rachael menciumnya. Rasanya begitu aneh, tapi sekaligus menyenangkan.

"Dia sangat pandai, dia tidak pernah merasa kesulitan untuk menghiburku, dan dia memiliki selera yang bagus. Dia yang mengatur segalanya di dalam rumah itu, terkadang aku berpikir dia terlalu sempurna. Aku sebaliknya, ada beberapa batasan tertentu yang tidak bisa aku pahami. Terkadang aku berpikir kalau tidak ada bagian yang tersisa untukku di dalam rumah itu. Terkadang itu terasa melegakan, tapi diwaktu yang bersamaan, itu menakutkan. Aku merasa.. kosong. Seperti.. benar-benar kosong. Seolah-olah aku tenggelam dalam kekosongan sementara Denise yang melakukan semuanya. Terkadang aku merasa khawatir jika aku membuat keputusan yang salah dengan menikahinya, dan itu terus menghantuiku sepanjang saat. Tentu saja aku mencintainya – tapi aku begitu mencintainya sampai aku begitu takut jika aku benar-benar kehilangan Denise. Tidak, bukan itu yang kuinginkan dan itu adalah kesalahanku. Aku tidak mempersiapkan diri untuk kemungkinan kalau aku benar-benar akan kehilangannya."

Rachael menelan liurnya, duduk tertegun di atas ranjang sembari menatap kosong keluar jendela hingga pertanyaan Elias menyadarkannya dari lamunan.

"Kenapa kau pikir kau akan kehilangannya?"

"Karena dia adalah sesuatu yang tidak bisa aku kendalikan. Setelah bertahun-tahun dia berubah, dan aku tidak siap untuk menghadapi perubahan itu. Aku berusaha untuk menjadi tenang, kukatakan pada diriku kalau perubahan itu tidak akan membuat sebuah perbedaan besar, tapi aku salah. Perubahan-perubahan kecil yang justru membuat sebuah perbedaan besar di dalam rumah kami, dan kemudian aku tidak bisa menemukan tujuanku lagi. Aku hilang – kupikir aku sudah berakhir. Bayiku meninggal dan Denise menjadi kesal tentang hal itu. Kemudian Morgan datang, hanya seperti.. keajaiban yang datang begitu saja. Kehadirannya sekaligus menyadarkanku bahwa mungkin saja masih ada harapan – mungkin saja aku belum berakhir, dan aku memercayainya! Aku memercayainya. Dari hari ke hari aku menjadi semakin mencintai bayi itu sampai-sampai aku melupakan tujuan utamaku. Aku lupa kalau aku menghadirkan Morgan di dalam rumah itu hanya untuk memperbaiki hubunganku dengan Denise. Yang terjadi, aku mencintai bayi itu. Dia putriku. Lebih dari apapun, aku tidak pernah menganggapnya sebagai orang lain. Jadi untuk menjawab pertanyaanmu, aku akan mengatakan, tentu saja. Tentu saja dia putriku. Aku tidak peduli sekalipun aku mengadopsinya."

Rachael menunduk saat menyeka air mata yang jatuh di atas wajahnya. Ketika Elias meletakkan satu tangan untuk meremas pundaknya, wanita itu tidak bereaksi.

"Maaf," bisik Elias. "Aku tidak bermaksud menyinggungmu tentang Morgan. Aku hanya ingin tahu, itu saja. Tentu saja dia putrimu, aku tidak akan mengatakan yang sebaliknya. Kau hanya perlu memberitahuku apapun yang ingin kau sampaikan, Rachael, aku berada di pihakmu. Aku selalu berada di pihakmu."

Saat mendengarnya, wanita itu mengangkat wajah. Kini Elias dapat menyelam pada kedalaman mata birunya yang intens. Dari dekat, ia mampu merasakan hawa panas yang hinggap di kulit Rachael, menguap dan menyentuh kulitnya disaat yang bersamaan. Melegakan dan disatu waktu – mengerikan.

"Kau merasa takut padaku, itu yang kau rasakan," ucap Rachael, pelan dan menusuk. "Kau tidak tahu, tapi aku bisa mengenali ketakutan saat aku melihatnya. Akui saja!"

Elias menggeleng dan membantahnya dengan mengatakan, "aku tidak mau mengakui apa yang tidak kurasakan, dan aku tidak pernah takut padamu. Tidak untuk sedetikpun!"

"Buktikan!"

Sejenak, keheningan mengisi ruang kosong di antara mereka. Kemudian, sebelum Elias berpikir panjang tentang tindakannya, ia melingkari satu tangannya di tengkuk Rachael, kemudian menunduk untuk menyentuhkan bibirnya di atas bibir wanita itu. Selama sesaat Rachael tidak menunjukkan reaksi apapun, hingga ketika Elias memiringkan wajahnya dan mendesak ciuman itu lebih jauh, Rachael meremas pundaknya, bergerak naik ke atas pangkuan Elias kemudian membalasnya dengan bersemangat.

Elias memejamkan kedua mata, tidak mampu untuk berpikir jernih dalam situasi itu. Akal sehatnya memintanya untuk berhenti, mengatakan bahwa Elias akan menyesalinya suatu saat nanti. Tapi tidak sekarang, pikirnya. Bagaimana mungkin ia menyesalinya? Penyesalan itu tidak akan datang, tidak ketika ia dapat merasakan bibir lembut Rachael di atas bibirnya, tangan wanita itu di tubuhnya, dan erangan pelan Rachael di dalam mulutnya. Dorongan kuat untuk menyenangkan wanita itu muncul begitu saja. Ketika sesuatu berusaha menahannya, tubuhnya akan terasa sakit. Jadi Elias memutuskan untuk membiarkannya saja. Hanyut dalam lautan kesenangan dan tenggelam ditelan ombak pasang.

Nanti, pikirnya. Elias bisa berpikir nanti. Malam itu ia akan meletakkan seisi kepala pada kemaluannya dan tidak ada yang perlu tahu.

-

THE UNSEEN (YANG TIDAK TERLIHAT)


THE UNSEEN (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang